Laman

Sabtu, 24 November 2012

Refleksi Perlindungan Hortikultura, 2013

Refleksi Kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura, TA 2013


Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, TA 2013 yad Direktorat Perlindungan Hortikultura mengemban amanah melaksanakan kegiatan "Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura" dengan sasaran kinerja adalah proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas panen sebesar 5 %. Untuk mencapai hasil tersebut, dilaksanakan kegiatan dengan output sebagai berikut :

I.     Pusat
1.    Laporan OPT (1773.02)
2.    Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim (1773.05)
3.    Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura (1773.06)
4.    Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura Dalam Pemenuhan SPS-WTO (1773.07)
5. Pengembangan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP)/ Laboratorium Pestisida (1773.08)
6.    Sarana Prasarana (1773.10)
7.    Pedoman-pedoman (1773.13)
8.    Layanan Perkantoran (1773.994)

II.   Provinsi
1.    Laporan OPT (1773.02)
2.    SLPHT (1773.03)
3.    Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim (1794.05)
4.    Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura (1773.06)
5.    Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura Dalam Pemenuhan SPS-WTO (1773.07)
6. Pengembangan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP)/ Laboratorium Pestisida (1773.08)
7.    Pengembangan Klinik PHT (1773.09)
8.    Pengadaan Sarana dan Prasarana (1773.10)
9.    Layanan Perkantoran (1773.994)

Dari sisi program, fungsi perlindungan hortikultura sangat penting dalam mengamankan produksi dari serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan memperkuat pengawalan mutu produk baik di tingkat konsumen domestik dan luar negeri, utamanya dalam rangka peningkatan produksi yang berorientasi kepada daya saing dan pengelolaan OPT secara ramah lingkungan. Untuk menghasilkan produk hortikultura yang ramah lingkungan seperti diamanatkan Undang-Undang Hortikultura Nomor 13 Tahun 2010, haruslah melalui penggunaan sarana produksi (pupuk, Zat Pengatur Tumbuh/ZPT dan bahan pengendalian OPT) yang ramah lingkungan pula.

Terkait hal tersebut, penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre-emptif dibanding pengendalian kuratif. Oleh karena itu, kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura meliputi: (1) Fasiltas pengelolaan OPT, (2) Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim, (3)  Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perlindungan Hortikultura, 4) Dukungan Perlindungan dalam Mendorong Ekspor  Hortikultura melalui upaya penerapan standar SPS-WTO, (5) Pengembangan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), (6) Peningkatan Kapasitas Laboratorium Perlindungan Tanaman Hortikultura. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan OPT yang bermutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan. 


 Dari sisi alokasi anggaran, pada TA 2013, kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura (1773) meningkat sangat signifikan (sekitar 2,5 kali atau 250 % dari anggaran TA 2012). Hal ini karena pada tahun 2012 telah terjadi masalah-masalah serangan OPT di kawasan hortikultura, khususnya buah-buahan dan sayuran di beberapa Daerah..., yang disikapi oleh Pimpinan perlunya upaya penanganan yang sistematis dan tuntas. Porsi anggaran Pusat sebesar 75 % dari total anggaran kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura (1773), dan sebesar 25 % dialokasikan untuk Daerah.

Di Pusat/Direktorat Perlindungan Hortikultura, anggarannya juga meningkat sangat-sangat signifikan (10 kali). Dari alokasi Pusat tersebut, utamanya (sebagian besar, sekitar 90 %) untuk belanja barang fisik untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda dalam rangka penanggulangan OPT jeruk, bawang merah dan cabai merah .... 

Dengan postur anggaran yang demikian, timbul pertanyaan filosofi, " berubahkah filosofi perlindungan tanaman dalam mengawal kawasan...?? ". Pemikiran tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi " manajemen pengelolaan anggaran " yang kurang kondusif dan tidak lagi di bawah kendali jajaran perlindungan terdepan di provinsi.... Meskipun disadari bahwa, sesuai ketentuan yang berlaku, kewenangan di bidang pengamatan dan pengendalian OPT telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah..... Dari diskursus seperti itu, terkesan " ada ketidak percayaan " kepada jajaran perlindungan di daerah....??

Tidak demikian, yang jelas bahwa sasaran utama kegiatan pembangunan adalah masyarakat petani dapat terfasilitasi dalam menanggulangi OPT dari budidaya tanaman yang diusahakannya, oleh karena itu keberpihakan ke petani dalam masalah penanggulangan OPT akan ditingkatkan (memperoleh porsi yang sangat besar)......????!!!!!


Jakarta,   M4 November 2012

Siswanto Mulyaman
Subdit Perlindungan Tanaman Florikultura
Direktorat Perlindungan Hortikultura

mulyamansos@yahoo.com

OPT "baru" pada Tomat..?

Nesidiocoris tenuis Reuter
email: sembeldt@yahoo.co.id; dantje.sembel@unsrat.ac.id
http://www.unsrat.ac.id/files/pdf_file/Artikel/Prof.%20Sembel/Pertumbuhan%20Populasi%20Liriomyza%20sativae.pdf

Penelitian untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan populasi hama penggorok daun, Liriomyza sativae dan kepik tomat mirid, Nesidiocoris tenuis pada petak tanpa penyemprotan pestisida dan dengan penyemprotan pestisida pada 5 galur tomat yang berasal dari AVRDC dan 4 varietas tomat yang tersedia di pasaran.Populasi penggorok daun, L. sativae mulai terlihat sejak seminggu sesudah dipindahkan dan mencapai puncak 7-8 minggu kemudian populasihama mulai menurun sampai 12 minggu sesudah tanaman dipindahkan.

Hasil analisis statistika tidak terdapat perbedaan nyata terhadap populasi L. sativae pada petak yang disemprot pestisida untuk semua galur dari AVRDC serta varietas G7- G9 tapi berbeda nyata dengan varietas G10. Juga, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara populasi L. sativae untuk galur G1,G2, G4,G7dan G8 tetapi berbeda nyata dengan galur G5, G9 dan G10 pada petak yang tidak disemprot pestisida. Populasi L. sativae terendah pada varietas G10 baik pada petak penyemprotan maupun petak tanpa penyemprotan pestisida.

Populasi N. tenuis berkembang lebih cepat dan mencapai puncak pada minggu ke enam dan ke tujuh serta menurun sampai minggu ke 12 sesudah tanaman tomat dipindahkan.Hasil analisis statistika menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap populasi N. tenuis untuk semua galur dari AVRDC serta varietas G7 dan G8 pada petak tanpa penyemprotan tetapi terdapat perbedaan yang nyata antara semua galur dan varietas G7-G9 dengan varietas G10.


Penelitian ini merupakan bagian dari tesis (MSi) dari salah seorang Staf UPTD BPTPH Sulut, Titov Manoi yang mendapat bantuan dana dari IPMCRSP/Virginia Tech USAID melalui kerjasama Clemson University South Carolina, USA dengan Universitas Sam Ratulangi Manado, menyimpulkan bahwa pertumbuhan populasi hama-hama Liriomyza sativae dan Nesidiocoris tenuis pada galur-galur yang berasal dari AVRDC cenderung lebih tinggi daripada varietas tanaman tomat yang sudah biasa digunakan oleh petani di Sulawesi Utara baik pada petak tanaman tomat yang tidak disemprot maupun yang disemprot dengan pestisida. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara padat populasi hama-hama L. sativae dan N. tenuis pada petak-petak yang disemprot dengan pestisida dan tanpa penyemprotan dengan pestisida. Galur-galur yang berasal dari AVRDC tidak lebih tahan dari varietas-varietas yang sudah tersedia di pasaran di Sulawesi Utara. Varietas G10 (Chung) adalah varietas yang tingkat infestasi L. sativae, N. tenuis dan B. tabaci yang terendah.

Kepik tomat mirid, N. tenuis diindikasikan sebagai OPT baru, karena selama ini belum pernah diidentifikasi ada di pertanaman tomat di Sulut...

Nesidiocoris tenuis
http://www.biocolor-tec.es/en/products/naturalenemies/nesidiocoristenuis-tenuiscolor/nesidiocoristenuis-tenuiscolor.html

ditlinhor@yahoo.com