Refleksi Kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura, TA 2013
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, TA 2013 yad Direktorat Perlindungan Hortikultura mengemban amanah melaksanakan kegiatan "Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura" dengan sasaran kinerja adalah proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap
total luas panen sebesar 5 %. Untuk mencapai hasil tersebut, dilaksanakan
kegiatan dengan output sebagai berikut :
I. Pusat
1. Laporan OPT (1773.02)
2. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim (1773.05)
3. Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura (1773.06)
4. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura Dalam
Pemenuhan SPS-WTO (1773.07)
5. Pengembangan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit
(LPHP)/ Laboratorium Pestisida (1773.08)
6. Sarana Prasarana (1773.10)
7. Pedoman-pedoman (1773.13)
8. Layanan Perkantoran (1773.994)
II. Provinsi
1. Laporan OPT (1773.02)
2. SLPHT (1773.03)
3. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim (1794.05)
4. Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura (1773.06)
5. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura Dalam
Pemenuhan SPS-WTO (1773.07)
6. Pengembangan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit
(LPHP)/ Laboratorium Pestisida (1773.08)
7. Pengembangan Klinik PHT (1773.09)
8. Pengadaan Sarana dan Prasarana (1773.10)
9. Layanan Perkantoran (1773.994)
Dari sisi program, fungsi perlindungan hortikultura sangat penting dalam mengamankan produksi dari serangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan memperkuat pengawalan mutu produk baik di tingkat konsumen
domestik dan luar negeri, utamanya dalam rangka peningkatan
produksi yang berorientasi kepada daya saing dan pengelolaan
OPT secara ramah lingkungan. Untuk
menghasilkan produk hortikultura yang ramah lingkungan seperti diamanatkan
Undang-Undang Hortikultura Nomor 13 Tahun 2010, haruslah melalui penggunaan sarana
produksi (pupuk, Zat Pengatur Tumbuh/ZPT dan bahan pengendalian OPT) yang ramah lingkungan
pula.
Terkait hal tersebut, penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre-emptif dibanding pengendalian kuratif. Oleh karena itu, kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura meliputi: (1) Fasiltas pengelolaan OPT, (2) Pengelolaan Dampak Perubahan Iklim, (3) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perlindungan Hortikultura, 4) Dukungan Perlindungan dalam Mendorong Ekspor Hortikultura melalui upaya penerapan standar SPS-WTO, (5) Pengembangan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), (6) Peningkatan Kapasitas Laboratorium Perlindungan Tanaman Hortikultura. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan OPT yang bermutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan.
Dari sisi alokasi anggaran, pada TA 2013, kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura (1773) meningkat sangat signifikan (sekitar 2,5 kali atau 250 % dari anggaran TA 2012). Hal ini karena pada tahun 2012 telah terjadi masalah-masalah serangan OPT di kawasan hortikultura, khususnya buah-buahan dan sayuran di beberapa Daerah..., yang disikapi oleh Pimpinan perlunya upaya penanganan yang sistematis dan tuntas. Porsi
anggaran Pusat sebesar 75 % dari total anggaran kegiatan Pengembangan
Sistem Perlindungan Hortikultura (1773), dan sebesar 25 % dialokasikan untuk
Daerah.
Di Pusat/Direktorat Perlindungan Hortikultura, anggarannya juga meningkat sangat-sangat signifikan (10 kali). Dari alokasi Pusat tersebut, utamanya (sebagian besar, sekitar 90 %) untuk belanja barang fisik untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda dalam rangka penanggulangan OPT jeruk, bawang merah dan cabai merah ....
Di Pusat/Direktorat Perlindungan Hortikultura, anggarannya juga meningkat sangat-sangat signifikan (10 kali). Dari alokasi Pusat tersebut, utamanya (sebagian besar, sekitar 90 %) untuk belanja barang fisik untuk diserahkan kepada masyarakat/pemda dalam rangka penanggulangan OPT jeruk, bawang merah dan cabai merah ....
Dengan postur anggaran yang demikian, timbul pertanyaan filosofi, " berubahkah filosofi perlindungan tanaman dalam mengawal kawasan...?? ". Pemikiran tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi " manajemen pengelolaan anggaran " yang kurang kondusif dan tidak lagi di bawah kendali jajaran perlindungan terdepan di provinsi.... Meskipun disadari bahwa, sesuai ketentuan yang berlaku, kewenangan di bidang pengamatan dan pengendalian OPT telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah..... Dari diskursus seperti itu, terkesan " ada ketidak percayaan " kepada jajaran perlindungan di daerah....??
Tidak demikian, yang jelas bahwa sasaran utama kegiatan pembangunan adalah masyarakat petani dapat terfasilitasi dalam menanggulangi OPT dari budidaya tanaman yang diusahakannya, oleh karena itu keberpihakan ke petani dalam masalah penanggulangan OPT akan ditingkatkan (memperoleh porsi yang sangat besar)......????!!!!!
Jakarta, M4 November 2012
Siswanto Mulyaman
Subdit Perlindungan Tanaman Florikultura
Direktorat Perlindungan Hortikultura
mulyamansos@yahoo.com