Laman
▼
Selasa, 28 Desember 2010
Refkesi Perlindungan Tahun 2010 dan Prospek 2011
1. Latar belakang
Perlindungan tanaman hortikultura merupakan bagian integral dari sistem produksi hortikultura. Peran perlindungan tanaman dalam mendukung keberhasilan pengembangan hortikultura sangat besar, terutama dalam mempertahankan produktivitas melalui upaya penekanan kehilangan hasil akibat serangan OPT dan meningkatkan kualitas hasil produk yang aman konsumsi, meningkatkan daya saing produk hortikultura sesuai standar yang dipersyaratkan dalam perdagangan, serta menciptakan suatu sistem produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dalam mendukung pengembangan hortikultura, peran perlindungan tanaman sangat penting, terutama dalam hal; 1) pengamanan produksi, 2) peningkatan mutu produk yang aman konsumsi, 3) pemberdayaan petani yang mandiri dalam penguasaan dan penerapan teknologi PHT dan ramah lingkungan, serta 4) memberikan dukungan terhadap upaya penerapan budidaya tanaman sehat dan ramah lingkungan dan peningkatan daya saing produk hortikultura untuk akses pasar domestik dan global.
Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan guna mencapai tujuan efisiensi usahatani yang bermutu dan berdaya saing yaitu 1) penguatan pengamatan OPT, 2) penguatan pengen-dalian OPT melalui penerapan budidaya tanaman sehat untuk mendukung penerapan usahatani yang baik sesuai SOP-GAP, 3) penguatan penerapan dan pemasyarakatan PHT melalui SLPHT, 4) penguatan pemantauan residu pestisida, dan 5) penguatan pemenuhan persyaratan SPS-WTO melalui surveillance, koleksi dan identifikasi OPT dan apabila memungkinkan mengembangan daerah bebas OPT (Pest Free Area/PFA) dan/atau tempat/ lokasi produksi bebas OPT (Pest Free of Production Site/PFPS atau Pest Free Places of Production).
2. Capaian tahun 2010
a. Penguatan Pengamatan OPT
Di bidang pengamatan, penguatan Sistem Informasi Management (SIM) OPT yang telah dirancang sejak 2003 menjadi dasar dalam penghimpunan data, analisis dan evaluasi hasil-hasil pementauan serangan OPT. Sesuai Renstra 2009 – 2014 dan laporan dan hasil analisis serangan OPT oleh UPTD BPTPH (32 provinsi), capaian luas serangan OPT hortikultura 2010 dapat dicapai < 5 % dari luas panennya. Munculnya beberapa OPT yang endemis dan OPT baru, dapat dikendalikan secara baik oleh jajaran perlindungan tanaman di daerah.
b. Penguatan pengendalian OPT dan penerapan teknologi ramah lingkungan
Pengendalian OPT diarahkan dalam rangka penanggulangan OPT melalui gerakan-gerakan pengendalian OPT endemis atau OPT prioritas masing-masing wilayah/daerah dan pemanfaatan agens hayati dan cara-cara pengendalian secara biologi yang berorientasi kepada pengelolaan budidaya tanaman sehat dan ramah lingkungan, serta koordinasi-koordinasi penanggulangan OPT.
Dalam membantu masalah OPT yang timbul di lapangan,jajaran perlindungan tanaman melakukan gerakan pengendalian OPT bersama petani/kelompok tani. OPT yang sering menimbulkan masalah di lapangan dan telah ditangani oleh jajaran perlindungan tanaman di daerah dan berhasil menanggulangi OPT endemis pada komoditas utama hortikultura.
Di samping itu, timbulnya serangan OPT baru di beberapa daerah seperti kutu putih pada papaya, virus kuning kacang panjang, dan virus kuning pada cabai, dapat ditanggulangi dengan menerapkan prinsip-prinsip PHT, teknologi ramah lingkungan, dan gerakan pengendalian melibatkan petani.
Pengendalian OPT secara biologi dengan pemanfaatan agens hayati dan biopestisida juga dilakukan karena merupakan salah satu komponen pengendalian yang didasarkan kepada prinsip utama PHT, yaitu budidaya tanaman sehat, telah banyak diterapkan petani di sentra-sentra produksi, khususnya sayuran.
Pengembangan penerapan agens hayati dan biopestisida dalam rangka pengendalian OPT ramah lingkungan tidak berdampak negatif bagi lingkungan, hewan, dan manusia. Di samping itu memiliki keuntungan, bila dibandingkan dengan teknik pengendalian lain terutama pestisida, yaitu: 1) tidak menimbulkan persisten; 2) aman; dan 3) ekonomis.
Beberapa jenis agens hayati yang telah dikembangkan dan menjadi pilihan cara pengendalian oleh petani hortikultura dan diaplikasikan petani di lapangan, antara lain:
a. Trichoderma sp., Gliocladium sp., Pseudomonas fluorescens, merupakan patogen antagonis, digunakan untuk mengendalikan penyakit terutama patogen tular tanah dan sering diaplikasikan sebagai kompos,
b. Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Bacillus thuringiensis, Sl-NPV, Se-NPV merupakan entomopatogen, digunakan untuk mengendalian larva/ulat berbagai OPT,
c. Trichogramma sp., merupakan parasitoid larva,
d. PGPR, terdiri dari Bacillus, Pseudomonas, Rhizobium dll., yang digunakan untuk memperkuat ketahanan tanaman.
Sedangkan tanaman yang telah dikembangkan sebagai biopestisida, adalah: selasih, nimba, Mellaleucha, akar tuba, sirsak, dan lain-lain. Biopestisida merupakan hasil ekstrak bagian tanaman yaitu : daun, biji/buah, dan/atau akar.
Pengembangan penerapan agens hayati dan biopestisida telah banyak dilakukan di tingkat petani, terutama untuk perbanyakan massalnya. Di beberapa daerah dengan pembinaan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP), telah banyak dibentuk kelompok-kelompok tani pengguna agens hayati, yaitu Sumatera Barat - POS IPAH (Pos Informasi Pelayanan Agens Hayati) 73 kelompok, Jatim-PPAH (Pusat Pelayanan Agens Hayati) 210 kelompok, Jawa Tengah- PUSPAHATI (Pusat Pelayanan Agens Hayati) 99 kelompok, dan Jambi - POS IPAH 10 kelompok, dan provinsi lain yaitu Provinsi Sumsel 12 kelompok, Kaltim 3 kelompok, Sumut 4 kelompok, Bali 2 kelompok, Banten 1 kelompok, Bengkulu 6 kelompok dan DIY 36 kelompok, Sulut 3 kelompok, NTB 7 kelompok, NAD 27 kelompok, Jabar 4 kelompok, Lampung 12 kelompok, Gorontalo 15 kelompok, dan Maluku 3 kelompok, dengan total sebanyak 527 kelompok.
c. Penguatan Penerapan dan pemasyarakatan PHT
Sesuai dengan semangat UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pengendalian OPT harus dilaksanakan dengan sistem PHT. Keberhasilan penerapan PHT melalui metodologi Sekolah Lapangan PHT (SLPHT) terletak pada partisipasi petani secara kelompok dalam menerapkan PHT dan menerapkan prinsip budaya tanaman sehat/ramah lingkungan dengan menggunakan agens hayati dan pestisida nabati.
Di subsektor hortikultura, penerapan PHT diarahkan dalam mendukung upaya penerapan budidaya yang baik dan benar sesuai prinsip Good Agricultural Practices (GAP) dan penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu minimum. Kedua hal tersebut, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penerapan SOP-GAP. Selanjutnya melalui sertifikasi produk dan pemantauan sistem mutu yang dilaksanakan secara baik, akan dapat meningkatkan daya saing produk, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Pemasyarakatan PHT pada budidaya salak yang dilaksanakan sesuai SOP-GAP di DI Yogyakarta (Sleman) dan Jawa Tengah (Magelang) sejak tahun 2009 - saat ini, salak dari dua daerah ini telah diterima pasar/diekspor ke China.
d. Penguatan pemantauan residu pestisida
Penerapan teknologi pengendalian ramah lingkungan, tidak hanya penggunaan dan pemanfaatan agens hayati, tetapi juga penggunaan pestisida secara baik dan benar dengan residu minimal sesuai prinsip GAP (Good Agricultural Practices) yang diwujudkan dalam prinsip GPP (Good Pesticide Practices). Prinsip GPP menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penerapan GAP, antara lain mengatur berbagai teknik/cara-cara :
• Memilih pestisida : yang tepat jenis, yang mudah terurai (tidak persisten),
• Pengaturan cara aplikasi pestisida yang baik : waktu, dosis, sasaran, jangka waktu sebelum panen, alat dan teknik aplikasi yang tepat,
• Pengambilan sampel dan analisis residu pestisida, dsb.
Kandungan residu pestisida di atas Batas Maksimum Residu (BMR) merupakan faktor pembatas ditolaknya produk untuk ekspor dan berdampak negatif terhadap kesehatan konsumen, dan pencemaran lingkungan. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura secara rutin melakukan pemantauan residu pestisida dan pemberdayaan masyarakat petani agar penggunaan pestisida dilakukan secara baik dan benar dengan residu minimum.
Kegiatan yang telah dilakukan adalah :
• Pengambilan sampel pada berbagai komoditas di lahan budidaya maupun di pasar-pasar yang menjajakan produk hortikultura impor dan lokal.
• Analisis residu pestisida dilakukan di Laboratorium Pestisida, Balai Pengujian Mutu Produk Pertanian, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan.
• Pembinaan/bimbingan teknis penggunaan pestisida secara baik dan benar dengan residu minimum, diarahkan dalam mendukung penerapan SOP-GAP,
• Penyediaan sarana Laboratorium Pestisida.
Hasil pengambilan sampel produk buah-buahan dan sayuran dari pusat-pusat perdagangan dan analisis residunya oleh Balai Pengujian Mutu Produk Pertanian-Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, menunjukkan bahwa produk hortikultura tersebut masih aman konsumsi dan residu pestisida yang terdeteksi masih di bawah BMR yang ditetapkan.
e. Penguatan Pemenuhan Persyaratan SPS-WTO
Secara internasional, peraturan dibidang kesehatan tanaman tergambar dalam kesepakatan mengenai sanitary and phytosanitary yang ditetapkan WTO (SPS-WTO). Menunjuk pada ketentuan SPS-WTO tersebut, maka dalam perdagangan internasional, produk pertanian termasuk hortikultura dari suatu negara dapat ditolak masuknya ke negara lain karena alasan mengandung OPT berbahaya.
Terkait dengan hal tersebut diatas, peran perlindungan hortikultura akan menjadi semakin vital, tidak saja untuk mengamankan produksi hasil, tetapi juga mendukung terjaminnya mutu produk yang akan diekspor, yang memang bebas cemaran OPT. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meraih maksud tersebut adalah dengan mengembangkan sinergisme sistem perlindungan hortikultura yang lebih diarahkan pada upaya pemenuhan persyaratan SPS-WTO. Sinergisme tersebut menyangkut upaya mensosialisasikan/memasyarakatkan persyaratan SPS-WTO, penyusunan standard dan pelaksanaan surveillance, koleksi dan identifikasi OPT dan pengembang-an daerah bebas OPT (Pest Free Area / PFA), daerah/tempat lokasi produksi bebas OPT (Pest Free Production Site / PFPS) dan atau daerah prevalensi OPT rendah (Area Low of Pest Prevalence / ALPP).
Langkah yang telah ditempuh sampai 2010 (sejak 2008) adalah membangun sinergi kerja sistem perlindungan tanaman sesuai persyaratan SPS-WTO di 12 provinsi (17 LPHP) untuk melaksanakan kegiatan surveillnas, koleksi, dan identifikasi OPT pada komoditas unggulan ekspor.
Salah satu keberhasilan melalui kegiatan sinergisme ini adalah diterimanya produk salak Indonesia oleh China, sementara itu untuk manggis telah dapat dinegosiasikan untuk pangsa pasar ekspor ke Australia, dengan syarat dipenuhinya syarat tambahan yaitu penanganan OPT pasca panen. Upaya penanganan pasca panen telah dipenuhi Indonesia dan saat ini dalam kajian Biosecurity Australia. Untuk produk mangga telah dapat dinegosiasikan untuk menembus pasar Jepang, dengan syarat dipenuhinya persyaratan penanganan hama lalat buah dengan teknologi VHT (Vapour Heat Treatment). Dengan bantuan Pemerintah Jepang dalam kerangka kerjasama Indonesia Japan Economic Partnership (IJEPA), Indonesia pada tahun 2010 ini memperoleh bantuan 2 mesin VHT skala laboratorium dan kelengkapan lainnya, untuk mendesinfestasi (membunuh) lalat buah pada buah mangga gedong gincu yang akan diekspor setelah tahun 2013.
Kunci keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini pada umumnya adalah penerapan PHT berbasiskan partisipasi petani dalam menerapkan prinsip budidaya tanaman sehat sesuai SOP-GAP dan upaya-upaya memenuhi persyaratan perdagangan global (SPS-WTO) untuk akses pasar lokal dan internasional, yaitu tersedianya Pest List yang dihasilkan melalui surveilans yang dipersyaratkan, tersedianya koleksi OPT, dan hasil identifikasi OPT yang bersifat ilmiah (scientific justifiable). Sampai dengan tahun 2010, telah disiapkan Pest List pada 26 jenis komoditas. Pest List ini akan terus dilakukan update setiap tahun sesuai permintaan Negara pengimpor produk.
Sedangkan untuk pengembangan daerah prevalensi rendah OPT (Area Low of Pest Prevalence/ALPP), masih terus disempurnakan operasionalisasinya di lapangan.
Dengan upaya-upaya yang ditempuh tersebut, kegiatan perlindungan tanaman diharapkan dapat mencapai hasil yang efektif, efisiensi dan berdaya saing serta memenuhi persyaratan perdagangan.
f. Penguatan Kerjasama Luar Negeri
Pada tahun 2010, kerjasama luar negeri dalam penanganan OPT yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura dilakukan dalam rangka memperkuat basis teknis dan ilmiah di bidang pengelolaan OPT. Kerjasama tersebut dilaksanakan dalam memperkuat akses pasar produk horikultura.
Kerjasama yang dilaksanakan tersebut, yaitu :
• Pemerintah Australia (ACIAR, Australia Centre Institute for Agriculture Reseach) dalam pengelolaan hama lalat buah melalui kegiatan surveilans, koleksi dan identifikasi lalat buah, pengelolaan OPT manggis dan penyakit layu pisang.
• Kerjasama bilateral dengan pemerintah Jepang dalam konteks kerjasama ekonomi (Economic Partnership, dalam IJ-EPA / Indonesia Japan Economic Partnership Agreement) telah disepakati bahwa pemerintah Jepang bersedia memberikan hibah 2 unit mesin Vapor Heat Treatment (VHT) beserta kelengkapannya dan pembangunan Laboratorium VHT melalui kegiatan Improvement of Thermal Technique Against Fruit Flies on Fresh Mango.
Kerjasama ini akan meletakkan dasar ilmiah desinfestasi (mematikan) lalat buah pada buah mangga yang dipersyaratkan Jepang. Kerjasama ini dirintis mulai 2009, dilaksanakan tahun 2010 dan berakhir pada tahun 2013. Setelah tahun 2013, diharapkan buah mangga gedong gincu akan dapat diekspor ke Jepang.
3. Prospek tahun 2011
Berdasarkan capaian kegiatan tahun 2010 tersebut, kegiatan perlindungan hortikultura tetap memfokuskan kegiatan dalam : 1) pengamanan produksi, 2) peningkatan mutu produk yang aman konsumsi, 3) pemberdayaan petani yang mandiri dalam penguasaan dan penerapan PHT dan penerapan teknologi ramah lingkungan, serta 4) memberikan dukungan terhadap upaya penerapan budidaya tanaman sehat dan ramah lingkungan dan peningkatan daya saing produk hortikultura untuk akses pasar domestik dan global.
Namun demikian, sesuai dengan program Direktur Jenderal Hortikultura, terutama pengembangan kawasan yang berintikan penerapan SOP-GAP secara komprehensif di lapangan, maka pada tahun 2011 Direktorat Perlindungan Hortikultura akan lebih memfokuskan kepada kegiatan nyata di lapangan sbb. :
a. Penyediaan dan penerapan teknologi ramah lingkungan dengan agens hayati dan pestisida dalam jumlah yang cukup di tingkat lapangan, diproduksi secara masal dan dimasyarakatkan penggunaannya di tingkat kelompok-kelompok pengguna agens hayati dan pestisida nabati yang dibina dan difasilitasi oleh LPHP (87 unit) tersebar di 32 UPTD BPTPH.
Pemasyarakatan penggunaan teknologi ini diyakini dapat menciptakan budidaya tanaman sehat dan ramah lingkungan, mengurangi penggunaan pestisida dan dapat mensubstitusi penggunaan bahan kimia anorganik.
b. Pemasyarakatan penggunaan bahan kimia anorganik (khususnya pestisida) secara baik dan benar sesuai prinsip Good Pesticide Practices (GPP).
Dengan sosialisasi dan pemasyarakatan penggunaan pestisida yang baik dan benar, diharapkan produk hortikultura aman konsumsi dan residu pada produk di bawah ambang batas (Minimum Residue Limits/MRLs atau Batas Maksimum Residu/BMR) yang ditetapkan WHO dalam Codex Alimantarius Commission (CAC). Kegiatan pemantauan residu pestisida agar residunya minimum, akan dilakukan melalui kegiatan sosialisasi, pemasyarakatan penggunaan, dan analisis residu pestisida.
c. Peningkatan kegiatan sinergisme sistem perlindungan tanaman dalam pemenuhan persyaratan SPS-WTO melalui surveilans, koleksi dan identifikasi pada komoditas unggulan ekspor di sentra produksi unggulan serta mengembangkan area prevalensi rendah OPT (ALPP) atau lokasi/tempat produksi bebas OPT (Pest Free Production Site / PFPS atau Pest Free Places of Production / PFPP) untuk OPT dan komoditas tertentu.
Kegiatan ini dilakukan untuk memperkuat basis/sandaran ilmiah dalam pemenuhan risk analysis yang dipersyaratkan / dimintakan oleh Negara pengimpor.
d. Melanjutkan upaya penerapan teknologi thermal treatment dengan mesin VHT (Vapor Heat Treatment) untuk penanggulangan OPT lain pada komoditas ekspor lain, di samping untuk penanggulangan lalat buah pada mangga. Di samping itu mendorong pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pengelolaan mesin VHT di tempat-tempat pelabuhan keluar masuk produk hortikultura. Kerjasama dengan Pusat Karantina Tumbuhan akan ditingkatkan.
e. Melanjutkan upaya-upaya yang mendukung penerapan SOP-GAP komoditas unggulan di sentra-sentra produksinya melalui penerapan dan pemasyarakatan PHT dalam pola pemberdayaan dan partisipasi petani (SLPHT) serta pengembangannya. Di samping itu, kegiatan pengamatan dan pengendalian OPT tetap dilaksanakan untuk mendukung upaya pengamanan produksi dari serangan OPT.
f. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan para pakar dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian terkait dalam wadah Komisi Perlindungan Tanaman (KPT) dan Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) penanggulangan OPT. Peningkatan komunikasi dan koordinasi ini dilakukan untuk memperoleh saran, masukan, dan arahan yang bersifat teknis dalam pengendalian OPT.
g. Menyiapkan ketentuan, peraturan, norma dan standar teknis tentang perlindungan tanaman sebagai tindak lanjut dari diberlakukannya Undang-undang Hortikultura Nomor 13 Tahun 2010.
Di samping itu,
Perubahan Struktur dan Pejabat Ditlinhor, Akhir Tahun 2010, tepatnya tanggal 31 Desember 2010, Direktur Jenderal Hortikultura melantik Pejabat Es III dan IV baru di lingkungan Ditjen Hortikultura, salah satunya adalah Direktorat Perlindungan Hortikultura, yang beberapa waktu lalu juga ditetapkan Direktur baru di lingkungan Ditjen Hortikultura. Direktur Perlindungan Hortikultura saat ini adalah Bapak Ir. Soesilo, MSi.
Perubahan nama Direktorat dan Pemangku Jabatan Es III dan IV adalah sbb.:
1. Subdit Perlindungan Tanaman Buah - Kasubdit : Dr. Ir. Dwi Iswari teridiri dari,
- Seksi Teknologi : Ir. Anik Kustaryati
- Seksi Pengendalian OPT : Issusilaningtyas, UH., S.Sos
2. Subdit Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat (sebelumnya dengan nama
Subdit Perlindungan Tanaman Sayuran) - Kasubdit : Ir. Cahyaniati, MSi. (sebelumnya Kasubdit Perlindungan Tanaman Buah),
- Seksi Teknologi : Endik Mulyadi, STP.
- Seksi Pengendalian OPT : Wita Khairia, SP., MSi.
3. Subdit Perlindungan Tanaman Florikultura (sebelumnya dengan nama Subdit
Perlindungan Tanaman Hias dan Biofarmaka) - Kasubdit : Ir. Siswanto Mulyaman(sebelumnya Fungsional POPT),
- Seksi Teknologi : Ir. Nadra Illiyina Khalid, MM.
- Seksi Pengendalian OPT : Ir. Medirena Railan,MM.
4. Subdit Dampak Iklim dan Persyaratan Teknis (sebelumnya Subdit Pengamatan,
Analisis dan Pelaporan) - Kasubdit : Ir. Ellen Elvinardewi,
- Seksi Pengelolaan Dampak Iklim : Ir. Irwan Adam
- Seksi Informasi dan Persyaratan Teknis : Ir. Ripah Karyatiningsih.
Di samping itu juga terjadi perubahan, dengan mutasi beberapa orang pejabat ke direktorat lain, yaitu :
1. Ir. Liliek Sri Utami, MSc., menjabat salah satu Kasubdit di Direktorat Tanaman
Florikultura,
2. Ir. Sulistio Sukamto, MSc, menjabat salah satu Kasubdit Pasca Panen Tanaman
Buah Terna, Dit. Budidaya dan Pasca Panen Buah
3. Ir. Kurnia Nur, menjabat salah satu Subbag di Bagian Perencanaan, Setditjen
Hortikultura.
Mohon dukungan dan kerjasama semua pihak dalam melaksanakan tugas pembangunan bidang perlindungan hortikultura.
Jakarta, 27 Desember 2010
Siswanto Mulyaman, POPT Ahli Madya,
Direktorat Perlindungan Hortikultura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bacalah....