MEWASPADAI OPT BARU YANG EKSPLOSIF DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
Sinar Tani N0. 3254 : 28 Mei - 3 Juni 2009
Perubahan iklim dan cara budidaya serta kebijakan global, dapat mengubah komposisi spesies serangga di alam. Perubahan faktor iklim biasanya paling awal dituding sebagai penyebab merebaknya serangan OPT. Hal ini sering terjadi pada lahan pangan, beberapa OPT sering meningkat saat perubahan faktor iklim terjadi dan sangat ekstrim. Di bidang hortikultura, ada 2 (dua) kategori OPT baru, yaitu OPT yang benar-benar baru ada di suatu wilayah dan OPT yang memang baru diketahui dan dilaporkan. Kategori OPT yang benar-benar baru di suatu wilayah, umumnya terjadi karena berbagai hal, antara lain perubahan faktor iklim yang mengubah komposisi (nisbah) musuh alami dan OPT yang tidak imbang di alam dan terbawa benih yang diimpor. Sementara OPT yang baru diketahui dan dilaporkan, lebih banyak terjadi akibat keterbatasan pengetahuan petugas lapangan untuk mengenali, memantau dan mengupayakan langkah penanggulangannya.
Konsepsi OPT baru
P
ara ahli bidang perlindungan tanaman yang tergabung dalam Komisi Perlindungan Tanaman (KPT) dalam suatu pertemuan KPT di Mataram, Maret 2009 mendeskripsikan penyebab rimbulnya serangan OPT baru, disebabkan karena perubahan iklim mengakibatkan perubahan musim, pola tanam, cara budidaya, dan penurunan ketahanan tanaman terhadap OPT seperti perubahan dominasi spesies dan peningkatan intensitas serangan. Adanya cara budidaya yang tidak tepat, mengabaikan syarat tumbuh yang hakiki, sehingga perlu dilakukan budidaya tanaman sehat dalam pengembangan suatu komoditas. Munculnya OPT baru, memang benar-benar baru atau sebenarnya sudah ada tetapi baru muncul dan diketahui, karena menimbulkan masalah. Pergeseran status OPT baik hama maupun penyakit, dari lemah menjadi kuat karena kondisi tanaman yang lemah. Kelemahan tanaman disebabkan karena berbagai faktor antara lain kurangnya unsur hara untuk tanaman, lingkungan, dan adanya dampak anomali iklim sehingga kondusif bagi perkembangan OPT.
Dengan penjelasan tersebut, memberikan gambaran kepada kita bahwa timbulnya serangan OPT itu memerlukan penanganan yang komprehensif, terutama dalam pengelolaan tanaman yang memenuhi prinsip budidaya tanaman sehat sesuai sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Beberapa OPT baru dan langkah penanggulangannya
1. Kutu putih Pepaya
Beberapa OPT pada komoditas hortikultura akhir-akhir ini diketahui sebagai OPT baru yang eksplosif adalah OPT kutu putih (Paracoccus marginatus William and Granara de Willink, 1992, Hemiptera: Pseudococcidae) yang menyerang tanaman pepaya dengan wilayah penyebaran di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Kota Depok Propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.
Kutu kebul papaya bersifat polifag, menyerang beberapa tanaman inang, termasuk tanaman buah tropis dan tanaman hias. Pada tahun 1998, ditemukan di Negara Bagian Florida, yaitu Manatee and Palm Beach dan menyebar secara cepat ke Negara bagian lainnya. Serangan kutu kebul ini merugikan jutaan dollar di Florida, bila tidak dikendalikan. Pengendalian biologi telah diidentifikasi sebagai strategi kunci pengendalian yang efektif. Program pengendalian biologi telah dimulai pada tahun 1999 berdasarkan kerjasama antara Departemen Pertanian Amerika, Departemen Pertanian Puerto Rico dan Kementrian Pertanian republik Dominika.
Kutu betina tidak bersayap berwarna kuning, tubuhnya diselimuti dengan lilin berwarna putih, panjang 2,2 mm dan lebar 1.4 mm. Telur berwarna kuning kehijauan diletakkan pada kantong telur yang panjangnya 3 – 4 kali panjang tubuhnya dan diselimuti dengan lapisan lilin putih. Kutu jantan berwarna merah muda namun pada saat instar pertama dan kedua berwarna kuning. Kutu jantan berbentuk oval dengan panjang kira-kira 1,0 mm dan lebar 0,3 mm. Kutu jantan bersayap dan mempunyai antena dengan 10 segmen. Unruk identifikasi sederhana, kutu ini akan berubah menjadi hitam kebiruan apabila dicelupkan kedalam alkohol, berbeda dengan kutu putih lainnya.
Di Indonesia, pada bulan Agustus, 2008, serangga tersebut telah dilaporkan menyerang tanama papaya di Kabupaten Bogor. Prof Dr. Aunu Rauf (IPB) dan berdasarkan konfirmasi identifikasi dengan pakar entomologi Dr. Gillian W. Watson, dari Plant Pest Diagnostic Center - California Department of Food & Agriculture, secara jelas mengidentifikasinya sebagai kutu kebul papaya (Paracoccus marginatus) – dalam terminologi Bayer Code diakronimkan sebagai PACOMA.
Dari pemantauan di lapangan, serangga berlilin ini disebarkan oleh angin (instar 1), burung/serangga, bibit bahkan pakaian ini telah menyebar luas. Di samping wilayah Propinsi Jawa Barat, juga telah ditemukan di wilayah DKI Jakarta yaitu di Jakarta Selatan (Kecamatan Jagakarsa, Cilandak, Pasar Minggu dan Senayan). Akibat serangan berat, daun menjadi kering, tanaman merangas, daun muda keriting dan tunas baru pertumbuhananya menjadi terhambat. Selain tanaman pepaya, juga ditemukan cukup berat menyerang tanaman singkong, jarak pagar, jati emas dan beberapa jenis gulma.
Langkah dan upaya penanggulangan
Sifat kutu putih yang invasif dan belum ada musuh alaminya ini, memerlukan upaya penanganan yang komprehensif. Apabila dilihat asal OPT dan sifatnya invasif / merusak, maka perlu segera dilakukan langkah cepat untuk mendatangkan musuh alami yang dianggap efektif dari negara asalnya melalui serangkaian kajian yang baik. Hal ini karena musuh alami, predator lokal masih jarang dijumpai di lapangan, sementara dari golongan cendawan, yaitu Neozygites, dinilai terlambat dan belum dapat diperbanyak di laboratorium. Jalan pintas yang baik, meskipun memerlukan waktu, adalah mendatangkan parasitoid dari negara asalnya. Beberapa parasitoid yang ada di daerah asal kutu putih pepaya tersebut adalah Anagyrus loecki, Acerophagus papaya, Pseudleptomastix mexicana. Beberapa negara yang sudah melakukan introduksi parasitoid tersebut untuk pengendalian kutu putih pepaya adalah Republik Dominika, Puerto Rico, Guam, Palau, Florida dan Hawai. Satu tahun setelah pelepasan parasitoid tersebut populasi kutu putih menurun sampai 97 %. Oleh karena itu, upaya introduksi musuh alami seperti yang dilakukan oleh negara-negara tersebut, perlu ditiru dengan pengawasan Komisi Agens Hayati Departemen Pertanian.
Hal ini dilakukan, agar nantinya musuh alami tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungan Indonesia dan tidak menjadi menjadi spesies asing (Invasive Alien Spesies, IAS) yang mungkin juga menimbulkan perubahan biodiversitas lokal, menimbulkan kerusakan, dan persaingan makan dengan musuh alami lokal, dan menyerang/ mengancam keberadaan musuh alami lokal.
Langkah yang perlu ditempuh untuk mendatangkan musuh alami tersebut adalah penyusunan Environmental Assessment, survey baseline parasitisasi, dan penentuan tempat pelepasan dan evaluasinya. Hal-hal tersebut lebih lanjut diatur oleh Komisi Agens Hayati, Departemen Pertanian.
Langkah penanggulangan yang disarankan
a. Mencegah agar tidak menyebar dari daerah terserang ke daerah belum terserang, dilakukan dengan tindakan eradikasi. Meskipun relatif sulit dilaksanakan, namun perlu keterpaduan semua pihak di lapangan, baik institusional, teknik dan operasionalnya. Di samping itu, tindakan pengaturan lalu lintas media pembawanya (bagian tanaman, buah terserang) dari daerah terserang ke daerah yang belum terserang. Peran Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian sangat penting.
b. Menurunkan populasi di daerah terserang, dengan melakukan gerakan pengendalian untuk melakukan sanitasi tanaman terserang (pembakaran/penimbunan), penyemprot-an air sabun pada bagian tanaman terserang, dan penyemprotan insektisida pada bagian tanaman terserang saat eksplosi terjadi.
c. Melakukan pemantauan dan surveilans sesuai standar kesehatan tumbuhan (Sanitary and Phytosanitary) dengan melakukan surveilans, penetapan status, dan pelaporan OPT. Hal ini terutama karena OPT ini menyerang komoditas pepaya yang saat ini, Indonesia berupaya mengekspor pepaya unggulan ekspor, yaitu pepaya hawai. Informasi serangan OPT yang terlanjur ada dalam berbagai situs internet, tidak bisa dihindarkan bagi calon negara pengekspor untuk mengklarifikasi keberadaan OPT dan pengelolaan risiko yang dilakukan.
2. Penyakit virus kuning pada kacang panjang
OPT ke dua yang juga cukup merepotkan upaya budidaya kacang panjang adalah virus kuning pada tanaman kacang panjang di beberapa daerah pantai utara (Pantura) Jawa Barat. Informasi serangan OPT ini awalnya disampaikan oleh Dr. Ir. Suryo Wiyono, anggota KPT pada pertemuan KPT di Bogor pada bulan November 2008.
Hasil pemantauan Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura pada bulan-bulan berikutnya dan laporan beberapa UPTD BPTPH mengindikasikan bahwa penyakit ini telah menyebar ke berbagai provinsi Jawa Barat (Bekasi, Karawang, Subang, Purwakarta, Bogor), Jawa Tengah (Brebes, Tegal), D.I. Yogyakarta (Sleman / Muntilan), Banten (Tangerang). Mungkinkan serangan penyakit telah ada di wilayah provinsi lain ?. Masih memerlukan kerja keras jajaran perlindungan tanaman untuk memantaunya.
Awalnya, identifikasi para pakar per-lindungan tanaman, masih belum ada kesama-an penyebabnya. Ada pakar yang menyebutkan sebagai BCMV (Bean Common Mosaic Virus), BGMV (Begomo Virus, Bean Golden Mosaik Virus dari kelompok Gemini Virus, bahkan perusahaan penyedia benih Nasional, PT East West Seed meyakini pathogen penyakit tergolong gemini virus, dan hasil uji laboratorium di IPB menyimpulkan sementara bahwa virus tersebut bukan sebagai gemini virus maupun BYMV (Bean Yellow Mosaic Virus).
Namun, akhirnya Dr. Sri Sulandari dari UGM pada pertemuan Pokja virus kuning di Yogyakarta pada bulan April 2009 lalu bersama pakar-pakar lainnya, memastikan gejala menguning pada tanaman kacang panjang, disebabkan oleh sebagai Begomo Virus, Bean Golden Mosaik Virus dari kelompok Gemini Virus berdasarkan hasil pengujian dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Virus ini tidak tertular melalui benih, tetapi dapat menular melalui penyambungan dan tusukan kutu kebul (Bemisia tabaci), vektornya.
Dengan kejelasan hasil identifikasi ini, jajaran perlilindungan tanaman tetap dituntut untuk mengamanankan areal pertanaman kacang panjang dari virus kuning ini di wilayahnya masing-masing dengan langkah-langkah yang komprehensif.
Langkah dan upaya penanggulangan
Langlah penangggulangan yang direkomendasikan ini terkait dengan kebijakan nasional dalam pengaturan peredaran dan penggunaan benih serta langkah operasional di lapangan, yaitu :
a. Kebijakan pemasukan benih dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Yang terlebih penting lagi adalah hasil analisis risiko OPT yang direkomendasi-kan oleh Badan Karantina Pertanian, harus dijadikan pedoman untuk memantau adanya – tidaknya OPT potensial terbawa media pembawa atau benih yang diimpor tersebut.
b. Jajaran perlindungan tanaman di daerah melakukan pemantauan yang rutin, melaporkan dan melakukan upaya pengendaliannya apabila diperlukan.
c. Secara operasional, jajaran perlindungan tanaman di daerah melakukan tindakan budidaya yang baik dan benar,yaitu :
· Penggunaan benih sehat dan bukan berasal dari daerah terserang. Benih yang bebas virus dapat diproduksi dengan cara menghindari sumber infeksi awal dengan menanam stok benih sehat. Menanam varietas tahan atau tidak menularkan virus lewat biji.
· Penanaman dengan jarak tanam yang rapat dapat menekan serangan serangga vektor. Beberapa jenis serangga vektor dilaporkan lebih banyak tertangkap pada pertanaman dengan jarak tanam renggang.
· Pergiliran tanaman dengan tanaman non kacang-kacangan
· Menghilangkan tanaman terinfeksi/sanitasi tanaman dan sumber infeksi lain di lapangan, dengan cara mencabut tanaman sakit untuk mengurangi penyebaran vektor lebih lanjut, serta mencabut gulma yang merupakan inang alternatif virus kacang-kacangan.
· Menerapkan teknologi budidaya yang ramah lingkungan dengan penggunaan agens hayati atau perendaman benih dalam larutan PGPR (Plant Growth Promotion Rhizobacter) terutama dengan Pf/Pseudomonas flourescens dengan dosis 20 ml/liter air selama 6 – 12 jam),
· Melakukan pemerangkapan serangga vektor dengan cara pemasangan likat kuning sebanyak 40 lembar/ha secara serentak di pertanaman atau melalui penggunaan plastik reflektif aluminium (sebagai plastik mulsa atau alat pengusiran serangga vektor dengan plastik berkilau di pertanaman dengan cara digantung/dijepit pada kayu/bambu setinggi 30 cm di atas tajuk daun guna mengurangi populasi vektor).
3. OPT lain
a. Turnip Mosaik Virus (TuMV)
Pada awal 2008 tahun lalu, penyakit ini dilaporkan oleh pakar virus tanaman dari Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, Dr. Sri Hendrastuti Hidayat PhD telah menyerang sentra sayuran di Lampung, Bengkulu, Pontianak, Balikpapan, Samarinda, Poso dan Donggala. Sebelum adanya informasi ini, TuMV masih tergolong dalam OPT Karantina A1 (belum ada di Indonesia). Saat ini melalui pembahasan panjang, status OPTK ini telah ada di Indonesia. Dengan perubahan kategori OPT tersebut, mengharuskan jajaran perlindungan tanaman di daerah perlu memantau secara baik penyebaran OPT ini, melaporkan dan mengupayakan langkah penanggulangannya.
TuMV merupakan virus yang umum menyerang sayuran dari famili kubis-kubisan (Cruciferae) dan tersebar luas di dunia. TuMV termasuk anggota kelompok “potyvirus” dan mempunyai partikel filamen yang berukuran 750x12 mm. Virus ini terdiri dari beberapa strain yang mempunyai tanaman inang berbeda dan gejala yang berbeda pula. TuMV ditularkan oleh vektor dari beberapa spesies kutu dengan cara yang nonpersisten. Serangga vektor yang penting adalah Bevicoryne brassicae dan Myzus persicae.
TuMV berpengaruh terhadap usahatani kubis, lobak, dan salada air. Sayuran lain yang dapat terinfeksi antara lain selada daun (lettuce), dan tanaman hias juga sebagai tanaman inang.
Gejala klorotik atau spot-spot nekrotik dan cincin, atau umumnya mosaik. Beberapa kultivar berkembang secara sistematik nekrotik dan mosaik.
Infeksi awal, menyebabkan beberapa daun berkerut dan kerdil, dan pada beberapa kasus, terjadi dan tanaman mati.
Pada kubis, beberapa bagian pada daun terlihat gejala bintik-bintik hitam (black spotting) yang lebih berat dibandingkan bagian lain. Pada kubis di penyimpanan, TuMV dapat berkembang pada daun bagian dalam dan menimbulkan gejala luka-luka hitam (kadang-kadang seperti gejala terbakar oleh rokok) seluas 5-10 mm, dan menghasilkan krop yang bermutu rendah (tidak diterima di pasar).
Langkah dan upaya penanggulangan
Langlah penangggulangan yang direkomendasikan sama dengan langkah sebelumnya, terutama terkait dengan kebijakan nasional dalam pengaturan peredaran dan penggunaan benih serta langkah operasional di lapangan melalui pengelolaan budidaya tanaman, yaitu :
a. Kebijakan pemasukan benih dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Yang terlebih penting lagi adalah hasil analisis risiko OPT yang direkomendasi-kan oleh Badan Karantina Pertanian, harus dijadikan pedoman untuk memantau adanya – tidaknya OPT potensial terbawa media pembawa atau benih yang diimpor tersebut.
b. Jajaran perlindungan tanaman di daerah disarankan untuk melakukan pemantauan rutin, melaporkan dan melakukan upaya pengendaliannya apabila diperlukan.
c. Secara operasional, jajaran perlindungan tanaman di daerah disarankan untuk melakukan sosialisasi penerapan budidaya yang baik dan benar,yaitu :
· Menanam tanaman yang resisten,
· Cara-cara budidaya yang baik/kultur teknis;
· Rotasi tanaman (terutama dengan non famili kubis),
· Pemupukan berimbang, dengan menambah kompos,
· Memilih waktu tanam yang tepat untuk mengurangi serangan penyakit,
· Pengaturan kebutuhan air yang tepat.
· Sanitasi, terutama dari tanaman atau bagian tanaman (sisa tanaman) yang terinfeksi, dikumpulkan lalu dimusnahkan, serta sanitasi gulma,
· Aplikasi insektisida yang terdaftar, untuk pengendalian serangga (kutu) vektor,
· Pengendalian biologi, dengan musuh alami (parasit dan predator) dari serangga kutu vektor.
b. Nematoda Sista kentang (NSK)
Nematoda sista kuning (NSK), Globodera rostochiensis, yang sebelum tahun 2003 dikategorikan sebagai OPTK A-1, pertama kali ditemukan di Indonesia pada Maret 2003 menyerang tanaman kentang di daerah Batu – Jawa Timur. Saat ini, OPT ini telah dapat ditanggulangi dan dilokalisir serangannya hanya di 4 provinsi saja di sentra kentang tertentu di Jabar, Jateng, Jatim dan Sumut.
Keberhasilan melokalisir serangan NSK ini, akrena upaya yang terus menerus diulakukan oleh jajaran perlindungan tanaman di daerah, petani, dan pemerintah daerah setempat.
Namun demikian, upaya-upaya melokalisir agar tidak menyebar ke provinsi sentra kentang lain masih perlu ditingkatkan, termasuk upaya pencegahan dengan peraturan karantina untuk benih kentang dari negara-negara pengekspor di Eropah.
Langkah dan upaya penanggulangan
a. Jajaran perlindungan tanaman di daerah didarankan melakukan pemantauan rutin, melaporkan dan melakukan upaya pencegahan agar tidak menyebar ke wilayah sentra kenatng lainnya, serta pengendalian dengan pestisida yang dianjurkan.
b. Secara operasional, jajaran perlindungan tanaman di daerah disarankan untuk melakukan sosialisasi penerapan budidaya yang baik dan benar,yaitu :
· Menanam benih kentang bermutu bebas NSK (benih harus bersertifikat),
· Tidak membawa tanah atau media pembawa lain dari daerah yang terserang ke daerah belum terserang,
· Penanaman tanaman perangkap (misalnya tomat murah) sebulan ditanam kentang, guna memancing menetasnya larva NSK saat menginfeksi akar tomat (pada umur 30 hari hst, tanaman tomat dicabut dan dimusnahkan)
· Pemupukan berimbang (pupuk organik 20 ton/Ha),
· Rotasi dengan tanaman bukan Solaneceae),
· Penggenangan lahan dalam waktu tertentu (disawahkan), terutama dilahan datar yang relatif luas, mampu menekan populasi NSK,
· Sanitasi, pencabutan tanaman sakit, lalu dimusnahkan,
· Pencegahan penularan NSK di instalasi pengembangan benih kentang,
· memproteksi tamu/karyawan/tenaga harian yang masuk ke kebun dengan cara menyediakan kolam desinfektan, kran air untuk cuci, tempat ganti sepatu/alas kaki dalam lahan,
· pemasangan papan peringatan secara jelas,
· memperbaiki pagar yang rusak disekeliling kebun sehingga tidak menjadi jalan pintu bagi orang yang akan masuk ke kebun,
· Surveillan rutin di daerah yang dicurigai, guna mengetahui keberadaan NSK.
c. Virus kuning pada cabai
Demikian pula dengan virus kuning pada cabai, telah banyak informasi tentang OPT ini. Dari gejalanya, virus ini terjadi sejak di pembibitan sampai periode pertumbuhan vegetatif dan pembungaan. Gejala khas yang terlihat pada tanaman sakit di lapangan adalah klorosis atau kuning pucat antar vena daun, daun menguning cerah, daun melekuk ke atas atau ke bawah, daun meyempit, tanaman kerdil disertai pertumbuhan daun muda yang kecil-kecil banyak, bunga rontok, dan akhirnya tanaman tinggal ranting dan batang saja, kemudian mati. Namun di lapangan tidak semua daun menunjukkan kuning cerah, tergantung respon varietas, tinggi tempat dan agroklimatnya.
Patogen penyebab penyakit virus kuning adalah Geminivirus, TYLCV (Tomato Yellow Leaf Curl Virus). Penyakit dari group Begomovirus (Bean Golden Mosaic Virus) ini tidak ditularkan melalui biji, tetapi dapat menular melalui penyambungan dan tusukan kutu kebul (Bemisia tabaci) yang hingga kini diketahui merupakan penular efektif dari satu tanaman ke tanaman lain. Terlebih kutu kecil berwarna putih ini termasuk folifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan, maupun tanaman liar dan gulma. Khusus tanaman budidaya yang menjadi inangnya meliputi, tomat, cabai, kentang, mentimun, terung, kubis,buncis, selada, bunga potong Gerbera, ubi jalar, singkong, kedelai, tembakau, dan lada sedangkan tanaman yang disukai adalah babadotan (Ageratum conyzoides). Pengendalian terhadap serangga vektor yang hanya mengandalkan pestisida kimia saja terbukti kurang efektif karena tubuhnya berlapis lilin, kemampuan terbang tinggi, juga diketahui relatif resisten terhadap pestisida kimia. Oleh karena itu, jajaran perlindungan tanaman di daerah telah bekerja maksimal mengendalikan OPT ini.
Dengan penerapan teknologi budidaya untuk pencegahan penyebaran virus kuning melalui upaya penanaman tanaman perangkap jagung, penanaman bibit cabai dalam screen house (pengerodongan) untuk mencegah kehadiran vektor pembawa virus, pemasangan perangkap likat kuning, dan melalui pola pelaksanaan SLPHT. Sudahkah teknologi budidaya ini diterapkan ?, jawabannya adalah tergantung dari upaya sosialisasi kepada petani oleh jajaran perlindungan tanaman di daerah. Bila teknologi ini diterapkan petani, mestinya perkembangan serangan OPT ini dapat ditekan dengan baik.
Langkah dan upaya penanggulangan
Dalam penanggulangan penyakit virus kuning pada cabai, upaya pencegahan masuknya vektor (kutu kebul) ke dalam areal tanaman sangat penting, salah satunya dengan pengerodongan tanaman dalam rumah kassa.
Sementara itu di tingkat lapangan, perlu disosialisasikan langkah budidaya tanaman yang baik dan benar, yaitu :
· Menanam pinggiran lahan dengan 6 baris tanaman jagung 2 – 3 minggu sebelum tanam cabai dengan jarak rapat 15 – 20 cm. Tanaman lainnya : Orok – orok,
· Pemberian pupuk kandang/kompos minimal 20 ton/ha,
· Rotasi/pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan famili solanaceae (tomat, kentang, tembakau) dan famili cucurbitaceae (mentimun), dilakukan dalam satu hamparan, tidak perorangan, dilakukan serentak tiap satu musim tanam dan seluas mungkin.
· Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah mengurangi infestasi serangga pengisap daun dan mengurangi gulma,
· Memasang perangkap likat kuning sebanyak 40 lembar/ha, digantung atau dijepit pada kayu/bambu setinggi 30 cm di atas kanopi tanaman;
· Perendaman benih dengan larutan PGPR (20 ml Pseudomonas fluorescens / liter air) selama 6 – 12 jam;
· Aplikasi PGPR (konsentrasi 20 ml/l air) dikocorkan sekitar perakaran tanaman (21 hst) bersamaan pemupukan susulan,
· Melepaskan predator Menochilus sexmaculatus (1 ekor/10 m2) dua minggu sekali;
· Aplikasi pestisida nabati (50–100 lbr daun sirsak atau daun tembakau/5 liter air+15 gr sabun colek) atau (20 gr biji atau 50 gr daun nimba + 1 gr sabun colek/1 liter air). Ramuan ditumbuk halus, dicampur air, diamkan 1 malam, dan disaring. Selain itu dapat menggunakan ekstrak bunga pukul 4, bayam duri, sirsak dan eceng gondok, sebagai inducer.
· Sanitasi lingkungan, mengendalikan gulma berdaun lebar dari jenis babadotan, gulma bunga kancing, dan ciplukan yang dapat menjadi inang virus.
Kesimpulan
Pengelolaan OPT baru memerlukan langkah penanganan yang komprehensif. Apabila komoditas yang terserang OPT merupakan komoditas potensial ekspor, maka langkah penanganan yang sesuai standar kesehatan tumbuhan (Sanitary and Phytosanitary, SPS) sangat penting dilakukan. Apabila tidak dilakukan, maka negara mitra dagang akan melakukan assessment terhadap pengelolaan risiko yang dilakukan negara pengekspor.
Kunci keberhasilan penanganan OPT baru adalah keterpaduan strategi, kebijakan, dan operasionalnya di lapangan. Jajaran perlindungan tanaman di daerah merupakan pihak terdepan dalam memantau, menganalisis, melaporkan, mengantisipasi dan menentukan tindakan pengendalian yang perlu dilakukan.
Jakarta, Juni 2009
Siswanto Mulyaman – Fungsional Pengendali OPT Madya,
Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura