Laman

Selasa, 14 Februari 2012

REFLEKSI PERLINDUNGAN HORTIKULTURA, 2012

Refleksi Perlindungan Hortikultura Tahun 2012


1. Latar belakang
Perlindungan tanaman hortikultura merupakan bagian integral dari sistem produksi hortikultura. Peran perlindungan tanaman dalam mendukung keberhasilan pengembangan hortikultura sangat besar, terutama dalam mempertahankan produktivitas melalui upaya penekanan kehilangan hasil akibat serangan OPT dan meningkatkan kualitas hasil produk yang aman konsumsi, meningkatkan daya saing produk hortikultura sesuai standar yang dipersyaratkan dalam perdagangan, serta menciptakan suatu sistem produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Dalam mendukung pengembangan hortikultura, pada TA 2012 ini peran perlindungan tanaman sangat penting, terutama dalam hal; 1) pengamanan produksi, utamanya pengawalan terhadap tanaman dari gangguan OPT melalui penguatan surveilans (agar tumbuh kewaspadaan), 2) peningkatan mutu produk yang aman konsumsi melalui penerapan pola budidaya sesuai PHT dan teknologi ramah lingkungan (minimal residu pestisida), 3) pemberdayaan petani yang mandiri dalam penguasaan dan penerapan teknologi PHT dan ramah lingkungan, serta 4) memberikan dukungan terhadap upaya penerapan budidaya yang ramah lingkungan dan peningkatan daya saing produk hortikultura untuk akses pasar domestik dan global melalui penguatan surveilans OPT (identifikasi, koleksi) yang dipersyaratkan SPS-WTO.

Kegiatan-kegiatan tersebut ditujukan guna mencapai tujuan efisiensi usahatani yang bermutu dan berdaya saing yaitu 1) penguatan pengamatan OPT dengan surveilans untuk peningkatan kewaspadaan, 2) penguatan pengendalian OPT melalui gerakan pengendalian OPT di kawasan, 3) penguatan penerapan dan pemasyarakatan PHT melalui SLPHT dan penerapan PHT skala luas, 4) penguatan pemantauan residu pestisida, dan 5) penguatan pemenuhan persyaratan SPS-WTO melalui surveillance, koleksi dan identifikasi OPT dan apabila memungkinkan mengembangan daerah bebas OPT (Pest Free Area/PFA) dan/atau tempat/ lokasi produksi bebas OPT (Pest Free of Production Site/PFPS atau Pest Free Places of Production).

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkup perlindungan tanaman, baik dari sisi SDM pelaku yang mulai berkurang, sistem perlindungan tanaman yang berorientasi kepada green agriculture/ramah lingkungan, prosedur operasional dan landasan hukum yang menjadi filosofi perlindungan tanaman yang makin berkembang, menuntut kerja keras jajaran perlindungan tanaman.

2. Capaian tahun 2011

a. Penguatan Pengamatan OPT
Di bidang pengamatan, penguatan Sistem Informasi Management (SIM) OPT yang telah dirancang sejak 2003 menjadi dasar dalam penghimpunan data, analisis dan evaluasi hasil-hasil pementauan serangan OPT. Sesuai Renstra 2009 – 2014 dan laporan dan hasil analisis serangan OPT oleh UPTD BPTPH (32 provinsi), capaian luas serangan OPT hortikultura 2010 dapat dicapai < 5 % dari luas panennya. Munculnya beberapa OPT yang endemis dan OPT baru, dapat dikendalikan secara baik oleh jajaran perlindungan tanaman di daerah, tercapai sebesar 1,59 % dari sasaran pencapaian 5 %, artinya upaya yang dilakukan dapat menekan serangan OPT secara optimal.

b. Penguatan pengendalian OPT dan penerapan teknologi ramah lingkungan
Pengendalian OPT diarahkan dalam rangka penanggulangan OPT melalui gerakan-gerakan pengendalian OPT endemis atau OPT prioritas masing-masing wilayah/daerah dan pemanfaatan agens hayati dan cara-cara pengendalian secara biologi yang berorientasi kepada pengelolaan budidaya tanaman sehat dan ramah lingkungan, serta koordinasi-koordinasi penanggulangan OPT.
Dalam membantu masalah OPT yang timbul di lapangan,jajaran perlindungan tanaman melakukan gerakan pengendalian OPT bersama petani/kelompok tani. OPT yang sering menimbulkan masalah di lapangan dan telah ditangani oleh jajaran perlindungan tanaman di daerah dan berhasil menanggulangi OPT endemis pada komoditas utama hortikultura. Capaian kegiatan sebesar 94 % atau 1143 kali gerakan dari 1216 kali gerakan yang dilakukan.

Di samping itu, timbulnya serangan OPT baru di beberapa daerah seperti mati meranggas, virus kuning pada cabai, dapat ditanggulangi dengan menerapkan prinsip-prinsip PHT, teknologi ramah lingkungan, dan gerakan pengendalian melibatkan petani. Pengendalian OPT secara biologi dengan pemanfaatan agens hayati dan biopestisida juga dilakukan karena merupakan salah satu komponen pengendalian yang didasarkan kepada prinsip utama PHT, yaitu budidaya tanaman sehat, telah banyak diterapkan petani di sentra-sentra produksi, khususnya sayuran.

Pengembangan penerapan agens hayati dan biopestisida dalam rangka pengendalian OPT ramah lingkungan tidak berdampak negatif bagi lingkungan, hewan, dan manusia. Di samping itu memiliki keuntungan, bila dibandingkan dengan teknik pengendalian lain terutama pestisida, yaitu: 1) tidak menimbulkan persisten; 2) aman; dan 3) ekonomis. Beberapa jenis agens hayati yang telah dikembangkan dan menjadi pilihan cara pengendalian oleh petani hortikultura dan diaplikasikan petani di lapangan dengan starter dari seluruh Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit TPH yang ada, antara lain:

a. Trichoderma sp., Gliocladium sp., Pseudomonas fluorescens, merupakan patogen antagonis, digunakan untuk mengendalikan penyakit terutama patogen tular tanah dan sering diaplikasikan sebagai kompos,
b. Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Bacillus thuringiensis, Sl-NPV, Se-NPV merupakan entomopatogen, digunakan untuk mengendalian larva/ulat berbagai OPT,
c. Trichogramma sp., merupakan parasitoid larva,
d. PGPR, terdiri dari Bacillus, Pseudomonas, Rhizobium dll., yang digunakan untuk memperkuat ketahanan tanaman.

Sedangkan tanaman yang telah dikembangkan sebagai biopestisida, adalah: selasih, nimba, Mellaleucha, akar tuba, sirsak, dan lain-lain. Biopestisida merupakan hasil ekstrak bagian tanaman yaitu : daun, biji/buah, dan/atau akar.

Pengembangan penerapan agens hayati dan biopestisida telah banyak dilakukan di tingkat petani, terutama untuk perbanyakan massalnya. Di beberapa daerah dengan pembinaan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP), telah banyak dibentuk kelompok-kelompok tani pengguna agens hayati, yaitu Sumatera Barat - POS IPAH (Pos Informasi Pelayanan Agens Hayati), Jatim-PPAH (Pusat Pelayanan Agens Hayati), Jawa Tengah - PUSPAHATI (Pusat Pelayanan Agens Hayati), dan Jambi - POS IPAH, dan provinsi lain yaitu Provinsi Sumsel, Kaltim, Sumut, Bali, Banten, Bengkulu, DIY, Sulut, NTB, NAD, Jabar, Lampung, Gorontalo, dan Maluku.

c. Penguatan Penerapan dan pemasyarakatan PHT
Sesuai dengan semangat UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pengendalian OPT harus dilaksanakan dengan sistem PHT. Keberhasilan penerapan PHT melalui metodologi Sekolah Lapangan PHT (SLPHT) terletak pada partisipasi petani secara kelompok dalam menerapkan PHT dan menerapkan prinsip budaya tanaman sehat/ramah lingkungan dengan menggunakan agens hayati dan pestisida nabati.Di subsektor hortikultura, penerapan PHT diarahkan dalam mendukung upaya penerapan budidaya yang baik dan benar sesuai prinsip Good Agricultural Practices (GAP) dan penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu minimum. Kedua hal tersebut, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penerapan SOP-GAP. Selanjutnya melalui sertifikasi produk dan pemantauan sistem mutu yang dilaksanakan secara baik, akan dapat meningkatkan daya saing produk, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.

Pemasyarakatan PHT pada budidaya salak yang dilaksanakan sesuai SOP-GAP di DI Yogyakarta (Sleman) dan Jawa Tengah (Magelang) sejak tahun 2009 - saat ini, salak dari dua daerah ini telah diterima pasar/diekspor ke China.


Pada tahun 2012 ini, secara serius, Indonesia berupaya memenuhi permintaan pasar luar negeri untuk 3 komoditas unggulan ekspor, yaitu : manggis ke Australia (sudah ada persetujuan dari Biosecurity Australia dengan penanganan kutu putih yang sudah diterima scientific evident/alasan ilmiahnya), alpukat dan duku ke China (dalam proses verifikasi oleh China terkait import risk analysis-nya).

d. Penguatan pemantauan residu pestisida
Penerapan teknologi pengendalian ramah lingkungan, tidak hanya penggunaan dan pemanfaatan agens hayati, tetapi juga penggunaan pestisida secara baik dan benar dengan residu minimal sesuai prinsip GAP (Good Agricultural Practices) yang diwujudkan dalam prinsip GPP (Good Pesticide Practices). Prinsip GPP menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penerapan GAP, antara lain mengatur berbagai teknik/cara-cara :
• Memilih pestisida : yang tepat jenis, yang mudah terurai (tidak persisten),
• Pengaturan cara aplikasi pestisida yang baik : waktu, dosis, sasaran, jangka waktu sebelum panen, alat dan teknik aplikasi yang tepat,
• Pengambilan sampel dan analisis residu pestisida, dsb.

Kandungan residu pestisida di atas Batas Maksimum Residu (BMR) merupakan faktor pembatas ditolaknya produk untuk ekspor dan berdampak negatif terhadap kesehatan konsumen, dan pencemaran lingkungan. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura secara rutin melakukan pemantauan residu pestisida dan pemberdayaan masyarakat petani agar penggunaan pestisida dilakukan secara baik dan benar dengan residu minimum.  Analisis residu pestisida untuk produk hortikultura dilakukan di Laboratorium Pestisida, Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman - Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Di daerah, kelembagaan laboratorium pestisida makin diperkuat dengan dukungan peralatan dari Direktorat Jenderal Hortikultura.

Pada tahun 2011, Direktorat Jenderal Hortikultura melengkapi peralatan laboratorium (LC MS/MS) untuk Laboratorium Pestisida di BPTPH Jawa Timur dan BPTPH Sumatera Utara. 

Kegiatan yang telah dilakukan adalah :
• Pengambilan sampel pada berbagai komoditas di lahan budidaya maupun di pasar-pasar yang menjajakan produk hortikultura impor dan lokal.
• Analisis residu pestisida dilakukan di Laboratorium Pestisida, Balai Pengujian Mutu Produk Pertanian, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Laboartorium Pestisida di Daerah (Sumut, Sumbar, Jatim, Jabar, dan Sulsel).
• Pembinaan/bimbingan teknis penggunaan pestisida secara baik dan benar dengan residu minimum, diarahkan dalam mendukung penerapan SOP-GAP,
• Penyediaan sarana Laboratorium Pestisida.

Hasil pengambilan sampel produk buah-buahan dan sayuran dari pusat-pusat perdagangan dan analisis residunya oleh Balai Pengujian Mutu Produk Pertanian-Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, menunjukkan bahwa produk hortikultura tersebut masih aman konsumsi dan residu pestisida yang terdeteksi masih di bawah BMR yang ditetapkan.

e. Penguatan Pemenuhan Persyaratan SPS-WTO
Secara internasional, peraturan dibidang kesehatan tanaman tergambar dalam kesepakatan mengenai sanitary and phytosanitary yang ditetapkan WTO (SPS-WTO). Menunjuk pada ketentuan SPS-WTO tersebut, maka dalam perdagangan internasional, produk pertanian termasuk hortikultura dari suatu negara dapat ditolak masuknya ke negara lain karena alasan mengandung OPT berbahaya.
Terkait dengan hal tersebut diatas, peran perlindungan hortikultura akan menjadi semakin vital, tidak saja untuk mengamankan produksi hasil, tetapi juga mendukung terjaminnya mutu produk yang akan diekspor, yang memang bebas cemaran OPT. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meraih maksud tersebut adalah dengan mengembangkan sinergisme sistem perlindungan hortikultura yang lebih diarahkan pada upaya pemenuhan persyaratan SPS-WTO. Sinergisme tersebut menyangkut upaya mensosialisasikan/memasyarakatkan persyaratan SPS-WTO, penyusunan standard dan pelaksanaan surveillance, koleksi dan identifikasi OPT dan pengembang-an daerah bebas OPT (Pest Free Area / PFA), daerah/tempat lokasi produksi bebas OPT (Pest Free Production Site / PFPS) dan atau daerah prevalensi OPT rendah (Area Low of Pest Prevalence / ALPP).

Pada tahun 2011, pemenuhan persyaratan perdagangan untuk pasar ekspor mangga, sudah dilakukan pola penanganan OPT, khususnya lalat buah dengan penerapan PHT skala luas (Area Wide Management/AWM) di Indramayu. Tahun-tahun mendatang (mulai 2012) akan dikembangkan penerapan AWM di Majalengka.

Langkah yang telah ditempuh sampai 2011 (sejak 2008) adalah membangun sinergi kerja sistem perlindungan tanaman sesuai persyaratan SPS-WTO di 12 provinsi (17 LPHP) untuk melaksanakan kegiatan surveillnas, koleksi, dan identifikasi OPT pada komoditas unggulan ekspor.

Salah satu keberhasilan melalui kegiatan sinergisme ini adalah diterimanya produk salak Indonesia oleh China, sementara itu untuk manggis telah dapat dinegosiasikan untuk pangsa pasar ekspor ke Australia (2012 ini sudah disetujui oleh BA-Australia terkait penanganan OPT pasca panen-nya). Demikian pula dengan alpukat dan duku, pada tahun 2012 sudah ada tanda baik untuk masuk ke pasar China. Untuk produk mangga telah dapat dinegosiasikan untuk menembus pasar Jepang, dengan syarat dipenuhinya persyaratan penanganan hama lalat buah dengan teknologi VHT (Vapour Heat Treatment). Dengan bantuan Pemerintah Jepang dalam kerangka kerjasama Indonesia Japan Economic Partnership (IJEPA), Indonesia pada tahun 2010 ini memperoleh bantuan 2 mesin VHT skala laboratorium dan kelengkapan lainnya, untuk mendesinfestasi (membunuh) lalat buah pada buah mangga gedong gincu yang akan diekspor setelah tahun 2013.

Kunci keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini pada umumnya adalah penerapan PHT berbasiskan partisipasi petani (pola skala luas) dalam menerapkan prinsip budidaya tanaman sehat sesuai SOP-GAP dan upaya-upaya memenuhi persyaratan perdagangan global (SPS-WTO) untuk akses pasar lokal dan internasional, yaitu tersedianya Pest List yang dihasilkan melalui surveilans yang dipersyaratkan, tersedianya koleksi OPT, dan hasil identifikasi OPT yang bersifat ilmiah (scientific justifiable).

http://www.pestnet.org/

f. Penguatan Kerjasama Luar Negeri
Pada tahun 2010, kerjasama luar negeri dalam penanganan OPT yang dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura dilakukan dalam rangka memperkuat basis teknis dan ilmiah di bidang pengelolaan OPT. Kerjasama tersebut dilaksanakan dalam memperkuat akses pasar produk horikultura.
Kerjasama yang dilaksanakan tersebut, yaitu :
• Pemerintah Australia (ACIAR, Australia Centre Institute for Agriculture Reseach) dalam pengelolaan hama lalat buah melalui kegiatan surveilans, koleksi dan identifikasi lalat buah, pengelolaan OPT manggis dan penyakit layu pisang.
• Kerjasama bilateral dengan pemerintah Jepang dalam konteks kerjasama ekonomi (Economic Partnership, dalam IJ-EPA / Indonesia Japan Economic Partnership Agreement) telah disepakati bahwa pemerintah Jepang bersedia memberikan hibah 2 unit mesin Vapor Heat Treatment (VHT) beserta kelengkapannya dan pembangunan Laboratorium VHT melalui kegiatan Improvement of Thermal Technique Against Fruit Flies on Fresh Mango.

Kerjasama ini akan meletakkan dasar ilmiah desinfestasi (mematikan) lalat buah pada buah mangga yang dipersyaratkan Jepang. Kerjasama ini dirintis mulai 2009, dilaksanakan tahun 2010 dan berakhir pada tahun 2013. Setelah tahun 2013, diharapkan buah mangga gedong gincu akan dapat diekspor ke Jepang.

3. Prospek tahun 2012
Berdasarkan capaian kegiatan tahun 2011 tersebut, kegiatan perlindungan hortikultura tetap memfokuskan kegiatan dalam : 1) pengamanan produksi, 2) peningkatan mutu produk yang aman konsumsi, 3) pemberdayaan petani yang mandiri dalam penguasaan dan penerapan PHT dan penerapan teknologi ramah lingkungan, serta 4) memberikan dukungan terhadap upaya penerapan budidaya tanaman sehat dan ramah lingkungan dan peningkatan daya saing produk hortikultura untuk akses pasar domestik dan global.

Namun demikian, sesuai dengan program Direktur Jenderal Hortikultura, terutama pengembangan kawasan yang berintikan penerapan SOP-GAP secara komprehensif di lapangan, maka pada tahun 2012 Direktorat Perlindungan Hortikultura akan lebih memfokuskan kepada kegiatan nyata di lapangan sbb. :

a. Penyediaan dan penerapan teknologi ramah lingkungan dengan agens hayati dan pestisida dalam jumlah yang cukup di tingkat lapangan, diproduksi secara masal dan dimasyarakatkan penggunaannya di tingkat kelompok-kelompok pengguna agens hayati dan pestisida nabati yang dibina dan difasilitasi oleh LPHP (87 unit) tersebar di 32 UPTD BPTPH.
Pemasyarakatan penggunaan teknologi ini diyakini dapat menciptakan budidaya tanaman sehat dan ramah lingkungan, mengurangi penggunaan pestisida dan dapat mensubstitusi penggunaan bahan kimia anorganik.

b. Pemasyarakatan penggunaan bahan kimia anorganik (khususnya pestisida) secara baik dan benar sesuai prinsip Good Pesticide Practices (GPP).
Dengan sosialisasi dan pemasyarakatan penggunaan pestisida yang baik dan benar, diharapkan produk hortikultura aman konsumsi dan residu pada produk di bawah ambang batas (Minimum Residue Limits/MRLs atau Batas Maksimum Residu/BMR) yang ditetapkan WHO dalam Codex Alimantarius Commission (CAC). Kegiatan pemantauan residu pestisida agar residunya minimum, akan dilakukan melalui kegiatan sosialisasi, pemasyarakatan penggunaan, dan analisis residu pestisida.

c. Peningkatan kegiatan sinergisme sistem perlindungan tanaman dalam pemenuhan persyaratan SPS-WTO melalui surveilans, koleksi dan identifikasi pada komoditas unggulan ekspor di sentra produksi unggulan serta mengembangkan area prevalensi rendah OPT (ALPP) atau lokasi/tempat produksi bebas OPT (Pest Free Production Site / PFPS atau Pest Free Places of Production / PFPP) untuk OPT dan komoditas tertentu. Kegiatan ini dilakukan untuk memperkuat basis/sandaran ilmiah dalam pemenuhan risk analysis yang dipersyaratkan / dimintakan oleh Negara pengimpor.

d. Melanjutkan upaya penerapan teknologi thermal treatment dengan mesin VHT (Vapor Heat Treatment) untuk penanggulangan OPT lain pada komoditas ekspor lain, di samping untuk penanggulangan lalat buah pada mangga. Di samping itu mendorong pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pengelolaan mesin VHT di tempat-tempat pelabuhan keluar masuk produk hortikultura. Kerjasama dengan Pusat Karantina Tumbuhan akan ditingkatkan.

e. Melanjutkan upaya-upaya yang mendukung penerapan SOP-GAP di kawasan melalui kegiatan-kegiatan : SLPHT, penerapan PHT skala luas, Klinik PHT/Tanaman, gerakan pengendalian OPT, pemasyarakatan teknologi ramah lingkungan, dan pemberdayaan dan partisipasi petani dalam peningkatan kepedulian dan kewaspadaan terhadap munculnya OPT eksplosif dan endemis.

f. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan para pakar dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian terkait dalam wadah Komisi Perlindungan Tanaman (KPT) dan Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) penanggulangan OPT. Peningkatan komunikasi dan koordinasi ini dilakukan untuk memperoleh saran, masukan, dan arahan yang bersifat teknis dalam pengendalian OPT.

g. Menyiapkan ketentuan, peraturan, norma dan standar teknis tentang perlindungan tanaman sebagai tindak lanjut dari diberlakukannya Undang-undang Hortikultura Nomor 13 Tahun 2010 melalui promosi/pemasyarakatan informasi terkait perlindungan hortikultura.




Jakarta,   Februari 2012

Siswanto Mulyaman,
Direktorat Perlindungan Hortikultura

BELAJAR DARI VIETNAM

BELAJAR DARI PENANGANAN OPT DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI VIETNAM,
(HASIL KUNJUNGAN LUAR NEGERI, 9 – 13 NOVEMBER 2011)
Dilaporkan oleh Tim, Diedit oleh Siswanto Mulyaman


1.    Pendahuluan
Belajar dari pengalaman menangani masalah hama lalat buah di Indonesia yang menjadi salah satu hambatan ekspor bagi produk hortikultura khususnya buah-buahan, Tim dari Direktorat Perlindungan Hortikultura terdiri dari 2 orang Kepala Subdirektorat, 2 orang staf, 1 orang staf Universitas Gajah Mada, 1 orang dari German International Cooperation (GIZ) dan 1 orang dari Asosiasi Bio Agro Input Indonesia. Kunjungan ke Vietnam dilakukan pada tanggal 9 – 13 November 2011.
Tujuan perjalanan luar negeri ini adalah menggali informasi tentang pengalaman penerapan pengelolaan lalat buah skala luas  oleh Vietnam dengan menggunakan umpan protein pada komoditas barbados cherry. Bahan pengendali, umpan protein ini juga telah diujicobakan untuk digunakan di Indonesia sejak tahun 2009, namun kurang memperoleh tanggapan petani.

a.    Penggunaan umpan protein di Indonesia
Di Indonesia, penggunaan umpan protein telah dilakukan sjak tahun 2009 dan belum mencapai hasil maksimal, oleh karena itu kungjungan ke Vietnam dilakukan. Kegiatan penanggulangan lalat buah di Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Australia yang diwakili oleh ACIAR bersama Griffith University dalam membantu Indonesia menanggulangi hama lalat buah di Indonesia.
Kegiatan utama dalam pengelolaan lalat buah dalam rangka kerjasama tersebut, di samping workshop /Training, surveilans lalat buah analisis kehilangan hasil, koleksi dan preservasi lalat buah, pengelolaan koloni lalat buah, penyebarluasan informasi pengelolaan lalat buah, juga penanggulangan lalat buah melalui penerapan / penggunaan umpan protein dengan pola penerapan PHT skala luas.

b.    Penggunaan umpan protein di Vietnam
Pemerintah Vietnam telah melakukan kerjasama serupa dengan pemerintah Australia/ACIAR di bidang pengelolaan lalat buah skala luas pada komoditas peach  pada tahun 2005 – 2007, dengan hasil yang cukup baik, bahkan sudah diterapkan di tingkat lapangan oleh petani hortikultura dengan kemitraan yang dilakukan oleh pelaku usaha sejak di hulu (budidaya) sampai hilir (end product dalam bentuk olahan) yang diekspor ke Jepang. 

2.    Hasil  Perjalanan Dinas ke Vietnam
Hasil kegiatan Technical Exchange Trip ke Vietnam antara lain diperoleh informasi sebagai berikut:

a.    Kunjungan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia, 9 November 2011
    Dari kunjungan ke Konsulat dikemukakan staf Konsulat bahwa di bidang perdagangan, neraca perdagangan Vietnam dengan Indonesia sebesar US$ 2.521,1 juta, ekspor ke Indonesia US$ 793.1 juta dan impor dari Indonesia US$ 1.728 juta.
    Jenis komoditas yang diekspor Indonesia ke Vietnam antara lain baja, autokit, peralatan mesin dan sparepart, komputer/barang elektronik, BBM, bahan baku plastik, komponen speda motor, produk kimia, tekstil/bahan baku garment, pestisida/bahan baku, pupuk, automobile, obat-obatan, sepeda motor dll. Sedangkan impor Indonesia dari Vietnam adalah minyak mentah, garment/tekstil, beras, produk plastik,  batubara, karet, sepatu, komputer/alat elektronik/komponen, seafood, kopi, teh, kabel listrik,  produk kayu, kacang mede, keramik/gerabah, dan lain-lain.

b.    Kunjungan ke Kebun Barbados Chery, Go Chong District, Tien Giang Province, 10 November 2011
Setiap tahun, Provinsi Tien Giang ini menyediakan 800.000 ton buah-buahan ke pasar domestik dan asing, yang diusahakan dalam areal buah-buahan seluas buah 72.500 hektar, terdiri dari mangga, manggis, rambutan, apel, durian dan lengkeng, dan Barbados Cherry khususnya di District Go Cong.
Barbados Cherry (Malphigia emarginata) di Vietnam merupakan salah satu produk unggulan ekspor Vietnam. Barbados Cherry dikenal pula dengan nama Acerola. Tanaman ini berasal dari Kepulauan Karribia dan banyak dibudi-dayakan di Brazil dan Vietnam. Barbados Cherry sangat kaya akan vitamin A dan C. Kandungan vitamin C dalam Barbados Cherry adalah 16.000 – 17.000 ppm dibandingkan dengan buah jeruk yang hanya mengandung 500 – 4.000 ppm.
Keunggulan Barbados Cherry, ternyata banyak manfaatnya, al adalah sebagai bahan antioksidan yang tinggi, terutama yang disediakan sebagai juice yang lebih tinggi dibandingkan juice strawberry, anggur dan apel. Di samping itu, sebagai sumber serat, vitamin B2, folate, magnesium, potassium dan copper. Di samping itu, kandungan magnesium, potassium dan Vitamin B5 dalam Barbados Cherry 2 x lipat lebih tinggi dibandingkan buah jeruk.
Manfaat Barbados Cherry adalah mempercepat penyembuhan pilek dan flu, meningkatkan kesehatan otak (mencegah Parkinson’s disease), menjaga kesehatan kulit (mencegah penuaan dini dan sebagai anti jamur).
Pada tahun 2008, budidaya Barbados cherry dibudidayakan di Provinsi Tien Giang sekitar 800 ha (saat kunjungan dilaporkan luas tanaman 300 ha), yang sebagian besar terkonsentrasi di Timur dan Barat District Go Cong. Produksi tahunan Barbados cherry di Tien Giang sekitar 15.000 ton.
Beberapa hal penting yang diperoleh dari kunjungan lapangan dan wawancara dengan petani adalah sbb. :

•    Pengembangan cherry di wilayah ini dilaksanakan sejak tahun 2009 berdasarkan kerjasama dengan JICA. Dalam kerjasama ini, dilaksanakan serangkaian kegiatan dari hulu sampai hilir. Di wilayah hulu, budidaya cherry dikerjakan dengan pola kerjasama dan pembinaan teknis budidaya dengan pihak investor (dari Jepang), demikian pula di wilayah hilir, pihak Jepang memfasilitasi berdirinya perusahaan pengolahan juice cherry untuk pasar Jepang. Salah satu perusahaan di sektor hilir (pengolahan juice cherry juga dikunjungi).
•    Hasil wawancara dengan petugas SOFRI (Southern Fruit Research Institute) dan petani, produktivitas tanaman cherry di wilayah ini 30 ton/ha/tahun, harga di lapangan 6000 Vietnam Dong ($ 3)/kg, sehingga pendapatan usahatani cherry setiap tahun sekitar $ 100 juta/tahun untuk areal seluas 300 ha .



    
Tanaman Barbados Cherry di District Go Chong











5 grade buah cherry










•    Masalah utama OPT a.l adalah ulat (Chiomara asychis), tawon Florida (Ephyriades brunneus), dan ulat skipper (Timochares ruptifasciatus) dan larva kumbang Acerola (Anthonomus macromalus). Jepang sebagai negara yang menerapkan zero risk untuk hama lalat buah, oleh karena itu pengelolaan lalat buah pada tanaman cherry di Vietnam juga dilaksanakan dengan program khusus, salah satunya adalah penggunaan protein bait (produk hasil kerja sama SOFRI dengan Australia/ACIAR).

Pemerangkapan lalat buah di sekitar lahan budidaya 

 
 •    Program penanggulangan lalat buah pada tanaman cherry dilakukan sejak tahun 2009 selama 3 tahun, melalui tahapan : 1) program sanitasi dan penanggulangan hama lalat buah, melalui penerapan budidaya yang baik (3 tahun), 2)  pengembangan industri pengolahan (4 tahun), dan  ekpor (tahun ke 3).

•    Penanganan lalat buah melalui penggunaan protein bait selama 2 tahun yang dilakukan setiap musim pembungaan cherry, yaitu bulan Februari dan Oktober melalui pemantauan selama 4 kali trapping setiap pembungaan. Perangkap trapping cukup dipasang 1 buah setiap ha. Aplikasi protein bait dilakukan secara semprot dengan konsentrasi 40 ml protein bait dalam 10 liter larutan semprot. Hasil kegiatan ini adalah disepakatinya populasi prevalensi lalat buah (ALPP, Area of Low Pest Prevalence) antara petani dan pihak investor sebesar 5 ekor/trap/hari (FTD 5 ekor).

•    Berdasarkan informasi dari SOFRI bahwa jenis lalat buah yang potensial sebagai hama ada 6 spesies yaitu Bactrocera dorsalis, B. corecta, B. cucurbitae, B. carambolae dan B. tau.  Jenis yang menyerang barbados cherry adalah B. Dorsalis.

•    Pengelolaan lalat buah secara luas telah diterapkan oleh petani barbados cherry.  Petani telah membentuk kelompok sehingga memudahkan dalam pelaksanaan pengelolaan lalat buah.  Teknologi andalan yang diterapkan dalam pengelolaan lalat buah pada barbados cherry adalah penggunaan umpan protein, pemasangan perangkap. Komposisi penggunaan umpan protein yaitu: (1) umpan protein 1 liter, (2) insektisida fipronil 40 ml dan (3) air 10 liter.

•    Rantai pasokan buah dari petani ke perusahaan tersebut melalui Koperasi.  Pengiriman buah barbados cherry disortir dalam 3 (tiga) tingkat kematangan yaitu (1) matang hijau, (2) kemerahan dan (3) merah (overipe).  Perusahaan masih menerima bila buah terserang lalat buah 10%.

•    Di samping itu, di wilayah hilir (sektor pengolahan) juga menjadi perhatian Pemerintah Vietnam melalui kerjasama dengan pihak investor industri pengolahan dari Jepang, dalam penanganan pasca panen buah. Barbados cherry merupakan buah yang mudah rusak selama transportasi dan penyimpanan, sehingga kerugian pasca panen buah cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari buah-buahan lainnya. Oleh karena itu, sebagai produk ekpor ungulan, buah cherry di Vietnam diproses sebagai buah beku atau haluskan dengan investor dari Jepang untuk diekspor ke jepang dalam bentuk konsentrat/ekstrak/juice yang diproduksi memenuhi standar keamanan pangan (HACCP, Hazard Analisis and Citical Control Point) dari SGS.

Kebun barbados cherry yang dikunjungi adalah milik petani. Informasi yang diperoleh, sebagai berikut:
    Kebun barbados cherry berumur 1 tahun.  Dalam budidanya petani melakukan pemupukan sebanyak 8 kali/tahun dengan dosis NPK (16-15-8) 300 gram/tanaman dan pupuk kandang 500 gram/tanaman
    Pengelolaan lalat buah secara luas telah diterapkan oleh petani barbados cherry.  Petani telah membentuk kelompok sehingga memudahkan dalam pelaksanaan pengelolaan lalat buah.  Teknologi andalan yang diterapkan dalam pengelolaan lalat buah pada barbados cherry adalah penggunaan umpan protein, pemasangan perangkap. Komposisi penggunaan umpan protein yaitu: (1) umpan protein 1 liter, (2) insektisida fipronil 40 ml dan (3) air 10 liter.
    Kebersamaan, komitmen dan disiplin petani/kelompok dalam pengelolaan lalat buah merupakan kunci utama keberhasilan pengelolaan lalat buah.
    Buah barbados cherry dijual ke perusahaan Jepang yaitu Hiep Phat Joint Stock Company untuk dibuat olahan “pure”.  Hasil olahan tersebut kemudian diekspor ke Jepang.

c.    Kunjungan ke Kebun Buah Naga, di Provinsi Tien Giang, 11 November 2009
    Luas kebun 0,5 ha, dengan produksi 30 ton/tahun (on season 10 ton/tahun, off season 20 ton/tahun).  Waktu panen on season yaitu bulan April – September.
    Jenis OPT yang mengganggu pertanaman buah naga adalah semut dan kumbang.  Pengelolaan semut dilakukan dengan memasang umpan produk dari SOFRI.  Pengelolaan lalat buah dilakukan dengan penerapan umpan protein 2 kali/tahun dan pemasangan perangkap lalat buah sebanyak 5 buah perangkap.
    Untuk memacu pembungaan buah naga maka petani melakukan penyinaran dengan lampu (ligthing pada jam 5 sore hingga jam 6 pagi), dengan menggunakan lampu 75 watt  untuk 4 pohon.   Disamping itu pada border juga dipasang lampu dengan jarak 2 x 2,8 m.  Penyinaran dilakukan selama 14 hari.  Jumlah bolam yang diperlukan untuk menyinari 240 pohon sebanyak 260 bolam.  Biaya penggunaan listrik  hingga mencapai 3,5 juta Vietnam Dollar (VND).

Saat  ini, di Tien Giang, terdapat areal tanaman buah naga selaus 3.000 ha. Daerah yang dikunjungi adalah Desa/Komune Cho Gao, yang tumbuh buah naga sekitar 1,6 ha. Budidaya buah naga normalnya pada panen raya pada bulan Oktober – November, dan di luar musim (off season) pada bulan Februari dengan harga panen yang cukup mahal.
Informasi SOFRI, pada budidaya buah naga sudah diterapkan VietGAP yang sesuai dengan Global GAP. Sementara itu, dikemukakan pula bahwa berdasarkan penelitian SOFRI, buah naga yang sedang tumbuh membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan pencahayaan memainkan peran penting. Oleh karena itu, dalam budidaya buah naga dikembangkan teknologi pencahayaan dengan menggunakan cahaya lampu. Lampu pijar telah digunakan pada 95 persen dari areal buah naga tumbuh, per hektar membutuhkan sekitar 1.000 lampu. Jumlah lampu pijar yang digunakan di wilayah Tien Giang sekitar 3 juta lampu. Agar buah naga tumbuh dengan cepat, petani harus menyediakan pencahayaan untuk 6-10 jam per malam, selama 10-15 malam di awal dan akhir musim. Suhu yang paling cocok untuk buah naga 15-35 derajat Celcius. Jika suhu lebih rendah, buah naga akan tumbuh lebih lambat dan kualitas buah menurun.
Dari Wawancara dengan petani yang dikunjungi, tanaman buah naga seluas 1.6 ha yang dimilikinya membutuhkan sekitar 1.000 lampu pijar. Setiap bulan, konsumsi pencahayaan untuk budidaya buah naga membutuhkan konsumsi listrik lebih dari 4.000 kWh.
Untuk membantu petani meningkatkan produksi dan produktivitas terutama pada off season serta efisiensi konsumsi listrik, pada bulan Februari 2011, Pusat Konservasi Energi Vietnam melaksanakan proyek percontohan penggunaan lampu kompak menggantikan lampu pijar. Sekitar 50 % lampu pijar diganti dengan lampu kompak. Dibandingkan dengan lampu pijar, lampu kompak menggunakan hanya 25 persen listrik, menghemat penggunaan listrik dan efisiensi usahatani buah naga di Vietnam. Selain itu, lampu kompak meningkatkan kemampuan mekar pohon buah naga rata-rata 30-35 bunga mekar per pohon pada saat off season (Februari).



      Areal budidaya Buah Naga, menerapkan VietGap 


Temuan teknologi penyinaran tanaman dengan Lampu Kompak pada Off Season

    Lampu kompak dengan kapasitas dari 20 W menghasilkan cahaya kuning dan hangat yang cocok untuk merangsang pertumbuhan buah naga pohon. Lampu kompak dapat digunakan untuk 8-9 jam per malam, 15-17 per malam pada off season (tanpa kap lampu). Jenis-jenis lampu kompak kedap air dan cocok untuk digunakan dalam cuaca lembab. Selain itu, tabung gelas tebal 0.8mm (dua kali lebih tebal daripada lampu pijar) sangat kuat pada suhu tinggi. Pemegang lampu yang terbuat dari perunggu dilapisi dengan nikel, karena itu sangat kuat. Dengan ballast elektronik, lampu kompak menggunakan sejumlah listrik cukup kecil, dan memberikan kinerja pencahayaan yang stabil. Lampu kompak bisa menyalakan untuk 6.000 jam, enam kali lebih lama daripada lampu pijar. Lampu kompak meskipun memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan alternatif pijar, namun harganya cukup mahal sekitar 40.000 dong/unit.

d.  Kunjungan ke Southern Horticultural Research Institute (SOFRI), 11 November 2011


Southern Horticultural Research Institute (SOFRI), sebelumnya dengan bernama Long Dinh Research Center (LDFRC) yang didirikan pada tanggal 26 Maret 1994 oleh Kementerian Pertanian dan Pembangunan Perdesaan. Kemudian LDFRC direorganisasi dan ditingkatkan menjadi lembaga pusat penelitian buah pada tahun 1997 bernama SOFRI, Southern Fruit Research Institute) dengan keputusan kementerian Pertanian No 1056/1997/QD TTG pada tanggal 9 Desember 1997. Jumlah staf SOFRI 147 orang, terdiri dari lulusan pasca/sarjana 31 orang  (8 PhD, 23 MSc., 60 BSc.)

Dalam pelaksanaannya Lembaga ini memiliki pusat penelitian dan pengembangan (R & D), dengan 9 divisi ialah:
1.    Divisi Pemilihan dan Pemuliaan Buah
2.    Divisi Bioteknologi
3.    Divisi Perlindungan Tanaman
4.    Divisi Teknologi Pasca Panen
5.    Divisi Tanaman Sayuran
6.    Divisi Bunga dan Landscaping
7.    Divisi Pemasaran buah
8.    Pusat Transfer Teknis
9.    Klinik Tanaman Buah Mekong Delta
Target Penelitian dan Pengembangan SOFRI:
1.    Meningkatkan kultivar buah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dan berkualitas tinggi untuk konsumsi lokal, pengolahan dan ekspor
2.    Meningkatkan teknologi propagasi pohon buah dan produk pertanian lainnya terutama hortikultura, untuk mendapatkan produk dengan kuantitas dan kualitas tinggi  penekanan pada makanan yang aman (GAP)
3.    Mengembangkan orientasi petani terhadap penanganan, pengolahan dan teknik pemasaran untuk produk buah-buahan
4.    Sebagai tempat konsultasi dan pelatihan tentang teknologi buah, layanan pasokan untuk pertanian, kontrak penelitian dengan provinsi, perusahaan dan lain-lain yang berkaitan dengan produksi hortikultura.

Salah satu devisi adalah Divisi Perlindungan Tanaman. Divisi Perlindungan Tanaman dengan Kepala Divisi Mr Nguyen Thanh Hieu, M. Sc., dengan  jumlah staf 11 orang, terdiri dari 5 orang bergelar MSc., dan 6 orang bergelar B.Sc.

Tugas Divisi Perlindungan Tanaman adalah mempelajari semua aspek pengembangan dan penelitian tentang OPT, kerusakan, inang, biologi melalui penerapan pengelolaan OPT terpadu buah, termasuk pengendalian kimia dan pengendalian biologis, dan ketahanan kultivar/varietas. Salah satu produk unggulan dari Divisi ini adalah protein bait yang dikembangkan dengan bekerjasama dengan ACIAR-Australia.

e.    Kunjungan ke Post-Entry Quarantine No. 2, Plant Protection Department dan VHT skala Laboratorium, 12 November 2011
    Pemerintah Vietnam telah melakukan kerjasama dengan pemerintah Jepang di bidang Improvement of Thermal Treatment against Fruit Flies on Fresh Fruit.  Pelaksana  kerjasama  tersebut  adalah Post  Entry Quarantine  No  2, Plant Protection Department di Ho Chi Minh City – Vietnam. Target dalam kerjasama tersebut adalah mendisinfestasi lalat buah spesies Bactrocera dorsalis, B. cucurbitae, dan B. correcta pada komoditas buah naga.  Proyek tersebut berlangsung selama 3 tahun (Maret 2005 s/d Februari 2008).


    Pada saat yang bersamaan, sejak Juli 2007, Vietnam (Dept. of Plant Quarantine) melaksanakan kerjasama dengan Amerika Serikat, APHIS USDA di bidang “pre-clearance program for irradiated dragon fruit to US market”.  Menurut Mr. Dat (Director of Plant Quarantine of Vietnam) prosedur dari US tersebut lebih mudah dibanding dengan Jepang.  Sistem traceability dan irradiasi (PUC) yang sudah dibangun untuk pasar ekspor ke US, juga digunakan untuk Jepang dan pasar lainnya.
    Untuk mempersiapkan kesiapan swasta dalam alih teknologi VHT, pemerintah Vietnam melakukan beberapa action pasca implementing project (tahun 2005 s/d 2008) yaitu melakukan pertemuan rutin dengan stakeholder (terutama pelaku usaha atau swasta), mengumumkan informasi tentang VHT melalui media elektronik TV, dan radio. Incentive bagi PT Yasaka adalah harga tinggi yang diperoleh, namun info tersebut tidak diinformasikan ke petani. Tantangan yang akan dihadapi Vietnam, yaitu akan adanya kompetisi harga untuk buah naga, karena Jepang baru saja mencabut larangan impor buah naga dari Taiwan.
    Setelah proyek kerjasama dengan Pemerintah Jepang berakhir, saat ini Pemerintah Vietnam dalam hal ini Plant Quarantine of Vietnam sedang menyiapkan standar disinfestasi lalat buah spesies Bactrocera dorsalis,  B. cucurbitae, B. carambola dan B. correcta pada komoditas mangga varietas Hoa Loc dan milk apple.
    Berdasarkan pengalaman dari Pemerintah Vietnam, hal yang perlu diperhatikan untuk kesuksesan pelaksanaan kerjasama tersebut adalah:
•    Kebijakan pemerintah untuk mendukung ekspor
•    Perlunya peningkatan kemampuan dan keterampilan SDM. Pengalaman selama ini, tenaga ahli Jepang sangat teliti dan bekerja keras. Oleh karena itu, tenaga teknis negara penerima harus bisa menyesuaikan.
•    Perlunya dukungan dana untuk perawatan alsin dan pembelian mesin
•    Perlunya dukungan dana dari pemerintah
•    Perlunya membangun Kerjasama Luar Negeri
•    Mengambil manfaat sebesar-besarnya dari kerjasama  teknik
•    Mencari peluang pasar
•    Keberlanjutan operasional
•    Kesadaran publik akan pentingnya ekspor
•    Belajar dari pengalaman

f.    Kunjungan ke Wholesale Market  (Thuduc Agro Market), 12 November 2011
    Pasar grosir didirikan pada tahun 2003 di area seluas 23 ha merupakan grosir untuk pasar domestik.  Jumlah pekerja sekitar 1000 orang.
    Aktivitas penjualan adalah jam 19.00 – 24.00, selanjutnya pada pukul 01.00 dimulai pengepakan barang yang telah dibeli.
    Pasar grosir tersebut merupakan pasar grosir buah-buahan dan sayuran, dengan kapasitas 3000 ton/hari.  Perbandingan buah-buahan dan sayuran adalah 30% buah dan 70% sayuran.
    Produk sayuran pada umumnya berasal dari area sentra produksi sayuran di dataran tinggi Dalog, sekitar 315 km dari Ho Chi Minth City.  Sedangkan buah-buahan berasal dari River Delta.
    Arus kedatangan angkutan komoditas impor dipisahkan dengan komoditas lokal.   
    Keamanan pangan menjadi perhatian dalam pasar grosir tersebut.  Untuk itu petugas melakukan pengambilan sampel komoditas untuk diuji residu pestisidanya sebanyak 10 sampel/hari.  Hasil uji analisis residu pestisida, terjadi 1-2 kasus/bulan komoditas sayuran direject karena residu pestisidanya diatas BMR.
 


Kunjungan ke dan penjelasan Manajer Wholesale Market  (Thuduc Agro Market)   



Suasana belanja sambil mencicipi buah unggulan Vietnam di Wholesale market

Kesimpulan dan saran tindak lanjut
1.    Berdasarkan pengalaman kunjungan ke Vietnam, beberapa hal yang perlu ditingkatkan untuk meraih keberhasilan program penanganan lalat buah dalam penerapan teknologi Thermal treatment di Indonesia adalah:
    Kebijakan pemerintah untuk mendukung ekspor dijalankan melalui pola-pola kemitraan dengan pihak swasta yang memiliki akses pasar luar negeri. Kemitraan mulai tingkat hulu (budidaya dengan petani) sampai hilir (pengolahan) dan Pemerintah memfasilitasi melalui pengaturan pola kemitraan (regulasinya) dan penerapan standar-standar secara lebih ketat.
    Perlunya peningkatan kemampuan dan keterampilan SDM, terutama tenaga teknis dalam menjalankan program di tingkat lapangan.
    Perlunya membangun Kerjasama Luar Negeri yang lebih luas, terutama dalam membangun jaringan Supply Chain-nya.
     Perlunya kesiapan kebun sebagai sumber produk dalam jumlah yang cukup dan mutu yang memenuhi persyaratan ekspor yang telah ditetapkan calon negara penerima.
    Kesadaran publik/petani akan pentingnya ekspor produk hortikultura untuk peningkatan pendapatan melalui upaya penerapan teknologi budidaya yang baik dan benar serta teknologi pengendalian OPT yang efektif dan efisien.

2.    Mutu buah dan sayur yang diproduksi petani yang dijual di pasar mulai dari pasar lokal di desa sampai pasar besar di kota/pasar grosir perlu ditingkatkan dengan menerapkan standar mutu penanganan pasca panennya. Untuk buah dan sayuran yang mutunya tidak baik dikonsumsi digunakan oleh petani sebagai pupuk organik.

3.    Terjalin komitmen yang tinggi antara petani, perusahaan swasta sebagai pemasar dan pemerintah untuk memproduksi dan memasarkan hasil petani dengan kepastian harga yang baik. Pemerintah menyiapkan varietas yang produktivitasnya tinggi dan mendorong pengembangan kebun skala luas dengan tingkat mutu hasil yang tinggi. Selanjutnya pemerintah mendorong  perusahaan swasta memasarkan hasil petani dengan harga yang tinggi. Petani memiliki komitmen yang tinggi untuk berusahatani dalam menghasilkan produk yang bermutu tinggi.

4.    Konsumen khususnya penduduk Vietnam memiliki kesadaran yang sangat tinggi  untuk mengkonsumsi sayuran dalam jumlah yang cukup banyak di setiap menu makanan yang disajikan seperti di tempat-tempat makan/ rumah makan maupun di rumah.


Jakarta,   November 2011
Siswanto Mulyaman